Ke Banten Lama? Yuk Kunjungi 5 Cagar Budaya Bersejarah ini

Provinsi di barat pulau Jawa ini bisa dibilang provinsi paling muda di pulau Jawa. Berdirinya sejak tahun 2000. Walau sebagai provinsi paling muda, namun peradaban Banten bisa dibilang cukup tua dan sangat maju pada zamannya. Karena di sinilah terdapat kerajaan Islam tersohor yaitu kerajaan Banten. Berdiri di utara serang, berhadapan langsung dengan laut jawa di utara. Kerajaan Islam Banten menjadi magnet para pendatang, terutama para bangsawan dari Belanda.

Beruntung, saya bersama teman-teman blogger lain berkesempatan untuk melihat belajar sejarah dari peninggalan cagar budaya kerajaan Banten bersama Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permusiuman, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Tiga hari bersama, saya jadi semakin mengenal kejayaan Banten di era kolonial dahulu. Meski hanya tersisa bangunannya saja, tapi sejarahnya tak akan hilang.

Berikut adalah 5 lokasi yang bisa dikunjungi di Banten Lama :

Masjid Agung Banten

Merupakan salah satu Masjid tertua di Indonesia yang sangat tersohor dengan menara masjidnya. Menara masjid ini merupakan lambang dari provinsi Banten. Masjid Agung Banten dibangun pada tahun 1556 oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama dari Kesultanan Banten. Ia adalah putra pertama dari Sunan Gunung Jati.

Hal menarik dari masjid ini adalah bentuk kubahnya yang berasitektur Tionghoa. Itu terlihat dari sekilas mirip pagoda yang merupakan karya arsitek bernama Tjek Ban Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.

Untuk menaranya, berada di sebelah timur masjid. Dengan ketinggian kurang lebih 24 meter. Sekilas memang menyerupai sebuah menara mercusuar. Dari atas ini, kita bisa melihat pemandangan kota banten lama, serta laut jawa di utara. Masjid Agung Banten terletak di Desa Banten Lama, tepatnya di desa Banten, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang.

Keraton Surosowan

Letaknya ga jauh dari Masjid Agung Banten. Memang, dalamnya hanya tersisa dasar dari bangunan serta puing-puing peninggalan keraton tapi benteng surosowan masih tegak berdiri hingga kini. Dikenal juga dengna nama Gedung Kedaton Pakuwan dan dibangun oleh Maulanan Hasanuddin, berupa sisa reruntuhan, tumpukan batu bata merah, dan batu karang masih tampak membentuk sebuah bangunan keraton.

keraton Surosowan merupakan tempat tinggal dari sultan Banten. Dibangun sekitar tahun 1552 lalu tempat ini dihancurkan Belanda pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa tahun 1680. Sempat diperbaiki namun kemudian dihancurkan kembali tahun 1813 karena sultan terakhir yaitu Sultan Rafiudin, tak mau tunduk kepada Belanda.

Walau tersisa hanya puingnya saja, tapi bentuk dasar dari bangunannya masih bisa terlihat. Satu hal yang menarik adalah adanya sebuah kolam, persis seperti taman sari di Jogjakarta. Konon, kolam tersebut membuat orang yang mandi di dalamnya enteng jodoh.

Istana Keraton Kaibon

Bisa dibilang keraton Kaibon merupakan peninggalan dari kerajaan Banten yang masih tersisa bentuknya. Mengenai asal katanya, kata Kaibon berasal dari ka-ibu-an atau keibuan, yaitu tempat tinggal yang dikhususkan untuk Ratu Aisyah, Ibunda dari Sultan Syafiuddin. Karena masih cukup muda saat menerima tahta sebagai sultan, maka Sultan Syafiuddin dibantu oleh Ibunda yaitu Ratu Aisyah dalam menjalankan roda pemerintahan di Kesultanan Banten.

Secara Lokasi, Keraton Kaibon ini dibangun menghadap barat dengan kanal dibagian depannya. Kanal ini berfungsi sebagai media transportasi untuk menuju ke Keraton Surosowan yang letaknya berada di bagian utara. Dibagian depan keraton dibatasi dengan gerbang yang memiliki 5 pintu. Arti angka lima ini mengikuti jumlah shalat dalam satu hari yang dilakukan umat muslim. (link)

Vihara Avalokitesvara

Ga jauh dari Benteng Speelwijk, terdapat sebuah Vihara yang menjadi bukti keberagaman dan harmonisasi umat antar beragama di Banten Lama. Bangunan ini merupakan tempat peribadatan umat Budha. Bisa dibilang Vihara paling tertua di Banten. konon, vihara ini sudah dibangun sejak abad 16.

Sejarah pembangunan dari vihara ini sangat berkaitan dengan Syarif Hidayatullah atau yang dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati. Seorang tokoh penyebar Islam di tanah Jawa, yang memiliki seorang istri keturunan kaisar Tiongkok bernama Putri Ong Tien.

Melihat banyak pengikut putri yang masih memegang teguh keyakinannya, Sunan Gunung Jati membangun vihara pada tahun 1542 di wilayah Banten, tepatnya di Desa Dermayon dekat dengan Masjid Agung Banten. Namun, pada tahun 1774 vihara dipindahkan ke Kawasan Pamarican hingga sekarang.

Benteng Speelwijk

Hendrick Loocaszoon Cardeel membangun sebuah benteng megah pada tahun 1681-1684 yaitu pada masa Sultan Abu Nas Abdul Qohar, Benteng ini diberikan nama Speelwijk sebagai bentuk penghormatan terhadap seorang jendral belanda yaitu Cornelis Janszoon Speelman.

Benteng ini dulunya digunakan sebagai menara pemantau yang berhadapan langsung ke Selat Sunda, Sekaligus sebagai tempat bermukimnya komunitas belanda di Banten.

Walau saat ini hanya tersisa reruntuhan saja, namun Benteng Speelwijk masih menyisakan ruang bawah tanah atau bungker yang dihubungkan dengan lorong di bagian barat. Bungkir tersebut difungsikan sebagai tempat tahanan para tawanan perang, maupun sebagai penyimpanan meriam dan alat pertahanan.

Ga terlalu jauh dari Jakarta, hanya sekitar 3 jam dengan lewat tol Jakarta Merak dan keluar di Serang Barat, kita sudah bisa menemukan kekayaan sejarah Indonesia di masa lampau. Dimasa jayanya, kerajaan Banten bahkan pernah memonopoli lada, dan menjadi tempat perdagangan yang sangat ramai, dengan penduduk yang multietnis.

Selain karena daerahnya yang multietnis, struktur kotanya juga maju. Bagaimana kerajaan banten membuat sebuah kolam bernama tasik ardi yang berfungsi sebagai penampung air, tempat peristirahatan dan pemandian bagi keluarga kerajaan Banten.

Kekayaan budaya seperti peninggalan sejarah kerajaan Banten memang perlu dilestarikan, minimal kita tidak merusaknya dengan tidak melakukan vandalisme, ataupun tidak mencurinya. Dan jangan lupa untuk mengajak teman-teman belajar sejarah, membuat peduli akan peninggalan cagar budaya yang tidak ternilai harganya.

Traveling Zonk Saat Libur Lebaran

 

Libur lebaran yang panjang menjadi moment dimana selain bersilaturahmi, juga bisa untuk berjalan-jalan bersama keluarga atau teman. Apalagi tahun ini, pemerintah melalui SKB 3 menteri-nya mengeluarkan peraturan tentang penambahan satu hari libur lebaran, total libur lebaran menjadi 9 hari mulai tanggal 11-20 Juni 2018 [link]. 9 hari di kampung atau tidak pulang kampung pun pasti bingung mau kemana.

Sama halnya seperti saya yang tidak pulang kampung saat itu. Satu hari di rumah aja udah bosen, karena mayoritas saudara saya ada di kampung. Jadi silaturahmi juga bingung mau kemana. Alhasil dua hari setelah lebaran, saya mengajak teman-teman seperjalanan untuk jalan-jalan ke Kabupaten Tangerang, tepatnya ke Cisoka di Tigaraksa.

Di sana ada dua wisata rakyat dan yang satunya lagi sedang hits yaitu danau biru Cisoka dan Keramat Solear. Nah, destinasi pertama kami adalah keramat solear. Di dalamnya ada makam Syekh Mas Masaad bin Hawa yang merupakan salah satu pengikut para wali. Beliau adalah seorang panglima pasukan Kesultanan Banten yang ditugaskan untuk menyebarkan agama dan memperluas wilayah di daerah yang sekarang dikenal bernama Tigaraksa.

Selain makam, di area Keramat Solear ini ada juga ratusan monyet liar yang menghuni hutan lindung seluas 4,5 hektar di Dusun Solear, Desa Cikasungka, Kecamatan Cisoka, Kabupaten Tangerang. Bisa dibilang monkey forest-nya versi Tangerang.

Butuh 2 jam lamanya untuk sampai di Tigaraksa dari Cikokol, kota Tangerang. Sempet sih nyasar berkali-kali, alhasil kami bertanya kepada warga sekitar letak persis keramat solear.

Sesampainya di jalan menuju Keramat Solear rame banget sama warga lokal. Seperti halnya pasar tumpah di pantura yang selalu bikin macet, disini ga kalah macetnya. Semua orang ingin ke keramat solear. Yang naik motor, mobil bak, mobil mpv, sedan, dll. Jalanannya itu lho cuman muat satu mobil, tapi di sana tumplek dua mobil ingin bergantian lewat.

Saking penuhnya, saya butuh 30 menit untuk bisa parkir. Itupun ga bisa parkir di dalam karena penuh banget. Saya parkir di lahan gambut yang bercampur tanah merah bekas hujan. Temen saya yang lain malah maksa masuk ke dalam, dan parkir di dekat masjid. Kami pun terpisah jadi dua rombongan.  Karena ga ada jalan, akhirnya saya melewati persawahan yang terjal dan licin. Warga yang lain pun akhirnya mengikuti jejak saya, hehe.

Karena ga ketemu dengan teman yang lain, akhirnya saya dan beberapa teman makan siang duluan. Menu jualan di sana itu lho seragam banget. kalo enggak bakso, mie ayam, gado-gado atau ketoprak. saya udah keliling dan masih sama. Alhasil saya memilih ketoprak yang ada ketupatnya, bisa kenyang karena ada nasinya.

Selesai makan, saya masuk dengan membayar tiket 5000. kali ini tiket dan tulisannya bener. masuk ke dalam bukan monkey forest yang saya dapat, lebih-lebih dari pasar yang pindah ke dalam. Hanya sebagian kecil yang ke makam, sebagian besarnya untuk rekreasi entah duduk di tiker sambil makan bareng keluarga, pasangan yang selfie berdua atau anak-anak yang lagi mainan.

Butuh tenaga ektra untuk bisa melihat monyetnya, itupun harus dilemparin kacang biar dia mau keluar dan jumlahnya sedikit banget. Jatohnya monyet yang nonton manusia inimah.

Ga sampe satu jam di sana, kami memutuskan untuk balik. Mau pulangnya pun drama lagi. Orang yang mau masuk ga ada berhentinya, sedangkan yang di dalam ingin keluar ga bisa karena terhalang yang masuk. Bisa satu-jam saya baru keluar dari gerbang keramat solear.

Karena macet panjang menuju danau biru cisoka, alhasil kami memilih jalur offroad. Karena motor saya matic, berasa dong dibawa off-road. Sempet beberapa kali nyaris jatoh. Sampai teman seperboncengan saya disuruh turu karena jalannya licin banget. Kurang lebih 500 meter kemudian jalan baru halus kembali, dan sampailah kami dengan selamat di danau biru cisoka.

Keraton Kaibon, Sisa Kemegahan dari Kesultanan Banten

Sebagai kerajaan maritim, Kesultanan Banten memiliki pengaruh yang kuat, Khususnya dalam sektor perdagangan antar kawasan di Nusantara. Apalagi saat kesultanan Banten memutuskan memperluas kekuasaannya hingga ke pulau sumatera, tepatnya di Lampung dan memperoleh hak monopoli atas perdagangan lada disana. Menjadikan Kesultanan Islam ini berkembang pesat sebagai pusat perniagaan penting pada masanya.

Kesultanan Banten sendiri terletak di Barat Pulau Jawa dan berbatasan langsung dengan laut jawa di utara. Bisa dibilang cukup megah, karena memiliki beberapa peninggalan bangunan yang sangat kokoh. Selain Keraton Surosowan yang menjadi pusat pemerintahan, ada juga keraton Kaibon yang letaknya terpisah dari kompleks kesultanan Banten.

Kata Kaibon sendiri berasal dari ka-ibu-an atau keibuan, yaitu tempat tinggal yang dikhususkan untuk Ratu Aisyah, Ibunda dari Sultan Syafiuddin. Karena masih cukup muda saat menerima tahta sebagai sultan, maka Sultan Syafiuddin dibantu oleh Ibunda yaitu Ratu Aisyah dalam menjalankan roda pemerintahan di Kesultanan Banten.

Secara Lokasi, Keraton Kaibon ini dibangun menghadap barat dengan kanal dibagian depannya. Kanal ini berfungsi sebagai media transportasi untuk menuju ke Keraton Surosowan yang letaknya berada di bagian utara. Dibagian depan keraton dibatasi dengan gerbang yang memiliki 5 pintu. Arti angka lima ini mengikuti jumlah shalat dalam satu hari yang dilakukan umat muslim.

Gerbangnya sangat khas bergaya Jawa dan Bali, memiliki ketinggian sekitar 2 meter dengan bentuk Candi Bentar sebagai motifnya. Gerbang ini juga disebut sebagai gerbang bersayap. Pada satu gerbang terdapat pintu paduraksa yang menghubungkan bagian depan dengan ruang utama keraton.

Ruang Utama keraton ini tidak lain adalah kamar tidur Ratu Asiyah. Dibangun dengan menjorok ke tanah, kamar tidur Sang Ratu dilengkapi dengan teknologi pendingin ruangan. Ini bisa terlihat dari lubang yang terdapat dalam ruangan. Lubang tersebut dahulu dapat di isi air untuk memberikan efek sejuk pada isi dalam ruangan.

Keraton ini berdiri di tanah seluas 4 hektar. Dibangun menggunakan batu bata yang terbuat dari pasir dan kapur. Salah satu yang terlihat jelas dari peninggalan keraton ini adalah bangunan yang menyerupai masjid. Bangunan ini berada di sisi kanan gerbang. Selain pilar yang masih utuh, di dalam bangunan tersebut juga terdapat mimbar yang berfungsi sebagai tempat berdirinya khotib.

Hancurnya keraton Kaibon bermula ketika Sultan Syaifudin menolak permintaan Herman Willem Daendels sebagai Gubernur-Jenderal Hindia Belanda saat itu untuk meneruskan pembangunan Jalan Raya Anyer-Panarukan. Bahkan utusan jendral yang bernama Du Puy dibunuh hingga kepalanya dipenggal kemudian dikembalikan kepada jendral Daendels .

Menanggapi reaksi tersebut, Jendral Daendels yang sangat marah lalu membalasnya dengan menghancurkan keraton Kaibon. Beruntung, tidak sepenuhnya hancur karena kita masih bisa melihat indahnya tangga keraton, kokohnya tiang penyangga dan pagar yang tinggi menjulang.

Dibalik sisa kehancurnya Keraton Kaibon ini, kita bisa membayangkan akan kekuasaan Kesultanan Banten dimasa lampau. Puncak kejayaan Banten terjadi saat Sultan Ageng Tirtayasa bertahta tahun 1651-1682. Saat itu Banten membangun armada yang mengesankan kaum bangsawan. Armada tersebut dibangun mencohtohkan model eropa, juga kesultanan Banten membayar upah orang Eropa bekerja saat itu. Walau pada akhirnya Kesultanan Banten ini hancur, tapi peninggalannya tak akan pernah hilang jika selalu dirawat dan dijaga hingga kini.

Keraton Kaibon

Lokasi : Jalan Raya Banten, Kampung Kroya, Kasunyatan, Kecamatan Kasemen. Google Maps [link]

Kampung Bekelir, Destinasi Wisata Baru di Kota Tangerang

 

Satu dasawarsa ini, Pemerintah Kota Tangerang terus berbenah diri dan mengubah kotanya menjadi layak untuk dikunjungi oleh wisatawan. Selain beragam festival seperti festival cisadane, juga di beberapa sudut sudah ada taman tematik dengan berbagai tema menarik. Ada satu lagi yaitu Kampung Bekelir yang sedang hits saat ini.

Diresmikan langsung oleh Walikota Tangerang yaitu Bapak Arief R. Wismansyah pada tanggal  19 November 2017, secara resmi juga kampung yang beralamat di RW 01 Kelurahan Babakan, Tangerang ini menjadi bulan-bulanan para pemburu foto yang sudah tidak sabar ingin berpose dibalik gambar mural dan grafiti yang penuh warna.

Saya ingat betul ketika 3 tahun lalu masih sering-seringnya main ke pusat kuliner kisamaun dan sekitarnya, kampung ini memang terbilang kumuh. Letaknya sendiri persis di samping sungai Cisadane. Selain kumuh dan padat penduduk, juga rawan banjir kiriman dari hulu.

Kemudian munculah sosok seperti Bapak Ibnu Jandi sebagai penggagas awal didirikannya kampung bekelir yang menjadi wisata baru di kota Tangerang. Didukung juga dengan CSR dari perusahaan cat  seperti Pasific Paint, PT Samurai Paint, dan PT Ace Oldfields yang menyediakan kebutuhan cat untuk mewarnai rumah dan tembok di kampung bekelir.

Bapak Abu Sofyan

Selain itu ada bapak Abu Sofyan sebagai kepala kelurahan Babakan yang mendukung penuh dengan melakukan sosialisasi bersama beberapa penggagas kepada penduduk setempat agar rumah dan temboknya mau dicat dan digambar.

Awalnya memang banyak penolakan, tapi lambat laun warga sekitar juga menyadari akan potensi yang didapatkan bila kampung mereka menjadi kampung wisata, salah satunya dengan menjajakan jualan seperti pernak-pernik atau jajanan kepada wisatawan yang datang.

kak vika dan gambar liong

”Pada mulanya hanya ada 23 seniman saja yang membantu membuat gambar disini, tapi lambat laun bertambah dan sudah ada sekitar 120an orang yang membuat mural dan grafiti disini” ujar salah seorang guide yang mengarahkan kami berkeliling kampung berwarna ini.

Setelah menuliskan daftar hadir, kami mendapatkan gantungan kunci yang dibuat oleh penduduk kampung bekelir. Selain itu disediakan tempat souvenir seperti mug yang bisa kita beli ditempat registrasi tadi.

kak viraelyansyah dan kue warna warninya

Beberapa mural yang sangat khas, seperti gambar seorang penari lenggang cisadane yang cukup besar diseberang masjid, liong dari barongsai dan beberapa gambar menarik lainnya yang sepertinya sayang kalau dilewatkan begitu. Uniknya, setiap mural dan gambar ini menceritakan kisah sang pemilik rumah, seperti kucing, sayap malaikat atau aneka kue warna-warni.

Kami juga mendapat sambutan hangat dari kepala kelurahan babakan yaitu Bapak Abu Sofyan. Beliau juga menjelaskan beberapa rencana kedepannya khususnya dari kampung bekelir ini, seperti sarana MCK, homestay, juga adanya beberapa stand persis disamping cisadane yang dapat dijadikan tempat nongkrong untuk wisatawan sehabis berkunjung ke kampung bekelir.

Selain beragam mural dan grafiti yang memenuhi seisi kampung, saya begitu takjub akan keramah-tamahan penduduk sekitar. Kampung ini mungkin tidak akan sebagus ini tanpa dukungan dari penduduk, kelurahan hingga walikota Tangerang yang ikut mensukseskan berdirinya Kampung Berkelir. Saya pun tak segan untuk balik dan mengajak teman-teman saya berkunjung kesini, karena mereka sendiri juga penasaran dengan wisata baru di pinggir Cisadane ini.

5 taman tematik unik hanya ada di Tangerang

 

Terletak di barat Jakarta, keberadaan Tangerang sebagai kota satelit memang penting untuk penyangga Ibukota yang sudah semakin padat dengan penduduk. Satu hal yang terkenal dari kota ini mungkin bandara internasional soekarno-hatta, namun lebih dari itu, Kota Tangerang sendiri sangat patut untuk di-explore lebih dalam. Salah satunya adalah taman-taman tematik unik yang dibuat untuk kenyamanan bagi warga kota. Taman ini juga Berfungsi sebagai tempat resapan air dan keanekaragaman hayati dengan berbagai tanaman dan satwa di dalamnya. Dan Inilah 5 taman tematik unik hanya ada di Kota Tangerang :

1. Taman Potret

Sesuai dengan namanya, Taman Potret ini memang membuat orang ingin memotret apa saja yang ada di dalamnya. Beberapa hal yang menarik perhatian, seperti tulisan ”I love Tangerang”, ”patung menari”, dan beberapa tulisan dan patung lainnya yang sepertinya sayang untuk dilewati begitu saja. Ditambah lagi, tersedia taman jajan kuliner yang menyajikan berbagai makanan tradisional dan masa kini yang pastinya enak dan murah.

2. Taman Kelinci

Siapa tak suka kelinci? binatang yang satu ini memang banyak digandrungi terutama anak-anak. Selain karena lucu, juga bentuknya yang imut. Enaknya, kita ga perlu jauh-jauh misal ke puncak untuk melihat kelinci. Cukup pergi ke Tangerang aja. Letak dari taman kelinci ini berada diseberang taman potret dan masih satu kawasan dengan taman cikokol. Keberadaan kelinci disini juga menambah pengetahuan anak-anak akan makhluk berkuping panjang dan menggemaskan ini.

3. Taman Kupu-kupu

Selain kelinci, ada juga taman kupu-kupu yang memang dihadirkan pemerintah Kota Tangerang sebagai sarana edukasi tentang serangga bersayap indah ini. Bentuk tamannya seperti rumah teletubbies yang tinggi dan dibatasi oleh jaring-jaring raksasa. Letaknya berada disebelah taman kelinci dan masih satu kawasan juga dengan taman cikokol. Enaknya disini itu gratis biaya masuknya, jadi kita ga perlu bayar untuk melihat kupu-kupu yang indah berterbangan.

Shooted by Viraelyansyah

4. Taman Bambu

Sebagai tanaman yang banyak ditemukan di benua Asia, Afrika hingga Amerika, keberadaan bambu ini seakan menjadi pohon yang sangat bermanfaat untuk manusia. Mulai dari batangnya yang bisa dijadikan pagar, rakit atau kerajinan tangan, tunasnya sendiri bisa dipakai untuk bahan masakan yang lezat seperti lumpia rebung atau sayur rebung. Didalamnya juga ada museum mini khusus mengenalkan berbagai macam bambu dari berbagai macam kawasan, seperti jepang, china dan Indonesia.

5. Taman Gajah Tunggal

Satu hal yang unik dari taman ini adalah seluruh sarana dan prasarananya menggunakan ban mobil hingga ban truck yang besar dengan diameter melebihi 16 inci. Nama Gajah Tunggal adalah nama perusahaan yang membuat taman tepat di pinggir sungai cisadane. Lokasi kantornya sendiri berada di Jatiuwung, Tangerang. Mulai dari permainan anak seperti ayunan, sampai tempat duduk semuanay terbuat dari ban. Yang menjadi ciri khas yaitu patung Gajah yang besar dan keseluruhannya terbuat dari Ban. Tepat di samping taman, ada juga jembatan merah penghubung menuju kuburan tanah cepe. Jangan lupa datang pas sore agar dapat view jembatan merah yang megah ya.

Selain 5 taman tadi, ada juga taman Pramuka yang berada di Jalan Daan Mogot, dan berbagai taman tematik unik lainnya tersebar di seluruh kota Tangerang. Total, ada 133 taman dan sebagiannya adalah taman tematik yang mempunyai tema berbeda disetiap tamannya. Nantinya, Kota Tangerang terus mengembangkan taman tematik yang selain menjadi resapan air dan sumber paru-paru kota, jugajadi tempat wisata bagi warga Tangerang dan sekitarnya.