Libur lebaran yang panjang menjadi moment dimana selain bersilaturahmi, juga bisa untuk berjalan-jalan bersama keluarga atau teman. Apalagi tahun ini, pemerintah melalui SKB 3 menteri-nya mengeluarkan peraturan tentang penambahan satu hari libur lebaran, total libur lebaran menjadi 9 hari mulai tanggal 11-20 Juni 2018 [link]. 9 hari di kampung atau tidak pulang kampung pun pasti bingung mau kemana.
Sama halnya seperti saya yang tidak pulang kampung saat itu. Satu hari di rumah aja udah bosen, karena mayoritas saudara saya ada di kampung. Jadi silaturahmi juga bingung mau kemana. Alhasil dua hari setelah lebaran, saya mengajak teman-teman seperjalanan untuk jalan-jalan ke Kabupaten Tangerang, tepatnya ke Cisoka di Tigaraksa.
Di sana ada dua wisata rakyat dan yang satunya lagi sedang hits yaitu danau biru Cisoka dan Keramat Solear. Nah, destinasi pertama kami adalah keramat solear. Di dalamnya ada makam Syekh Mas Masaad bin Hawa yang merupakan salah satu pengikut para wali. Beliau adalah seorang panglima pasukan Kesultanan Banten yang ditugaskan untuk menyebarkan agama dan memperluas wilayah di daerah yang sekarang dikenal bernama Tigaraksa.
Selain makam, di area Keramat Solear ini ada juga ratusan monyet liar yang menghuni hutan lindung seluas 4,5 hektar di Dusun Solear, Desa Cikasungka, Kecamatan Cisoka, Kabupaten Tangerang. Bisa dibilang monkey forest-nya versi Tangerang.
Butuh 2 jam lamanya untuk sampai di Tigaraksa dari Cikokol, kota Tangerang. Sempet sih nyasar berkali-kali, alhasil kami bertanya kepada warga sekitar letak persis keramat solear.
Sesampainya di jalan menuju Keramat Solear rame banget sama warga lokal. Seperti halnya pasar tumpah di pantura yang selalu bikin macet, disini ga kalah macetnya. Semua orang ingin ke keramat solear. Yang naik motor, mobil bak, mobil mpv, sedan, dll. Jalanannya itu lho cuman muat satu mobil, tapi di sana tumplek dua mobil ingin bergantian lewat.
Saking penuhnya, saya butuh 30 menit untuk bisa parkir. Itupun ga bisa parkir di dalam karena penuh banget. Saya parkir di lahan gambut yang bercampur tanah merah bekas hujan. Temen saya yang lain malah maksa masuk ke dalam, dan parkir di dekat masjid. Kami pun terpisah jadi dua rombongan. Karena ga ada jalan, akhirnya saya melewati persawahan yang terjal dan licin. Warga yang lain pun akhirnya mengikuti jejak saya, hehe.
Karena ga ketemu dengan teman yang lain, akhirnya saya dan beberapa teman makan siang duluan. Menu jualan di sana itu lho seragam banget. kalo enggak bakso, mie ayam, gado-gado atau ketoprak. saya udah keliling dan masih sama. Alhasil saya memilih ketoprak yang ada ketupatnya, bisa kenyang karena ada nasinya.
Selesai makan, saya masuk dengan membayar tiket 5000. kali ini tiket dan tulisannya bener. masuk ke dalam bukan monkey forest yang saya dapat, lebih-lebih dari pasar yang pindah ke dalam. Hanya sebagian kecil yang ke makam, sebagian besarnya untuk rekreasi entah duduk di tiker sambil makan bareng keluarga, pasangan yang selfie berdua atau anak-anak yang lagi mainan.
Butuh tenaga ektra untuk bisa melihat monyetnya, itupun harus dilemparin kacang biar dia mau keluar dan jumlahnya sedikit banget. Jatohnya monyet yang nonton manusia inimah.
Ga sampe satu jam di sana, kami memutuskan untuk balik. Mau pulangnya pun drama lagi. Orang yang mau masuk ga ada berhentinya, sedangkan yang di dalam ingin keluar ga bisa karena terhalang yang masuk. Bisa satu-jam saya baru keluar dari gerbang keramat solear.
Karena macet panjang menuju danau biru cisoka, alhasil kami memilih jalur offroad. Karena motor saya matic, berasa dong dibawa off-road. Sempet beberapa kali nyaris jatoh. Sampai teman seperboncengan saya disuruh turu karena jalannya licin banget. Kurang lebih 500 meter kemudian jalan baru halus kembali, dan sampailah kami dengan selamat di danau biru cisoka.