Sebagai kerajaan maritim, Kesultanan Banten memiliki pengaruh yang kuat, Khususnya dalam sektor perdagangan antar kawasan di Nusantara. Apalagi saat kesultanan Banten memutuskan memperluas kekuasaannya hingga ke pulau sumatera, tepatnya di Lampung dan memperoleh hak monopoli atas perdagangan lada disana. Menjadikan Kesultanan Islam ini berkembang pesat sebagai pusat perniagaan penting pada masanya.
Kesultanan Banten sendiri terletak di Barat Pulau Jawa dan berbatasan langsung dengan laut jawa di utara. Bisa dibilang cukup megah, karena memiliki beberapa peninggalan bangunan yang sangat kokoh. Selain Keraton Surosowan yang menjadi pusat pemerintahan, ada juga keraton Kaibon yang letaknya terpisah dari kompleks kesultanan Banten.
Kata Kaibon sendiri berasal dari ka-ibu-an atau keibuan, yaitu tempat tinggal yang dikhususkan untuk Ratu Aisyah, Ibunda dari Sultan Syafiuddin. Karena masih cukup muda saat menerima tahta sebagai sultan, maka Sultan Syafiuddin dibantu oleh Ibunda yaitu Ratu Aisyah dalam menjalankan roda pemerintahan di Kesultanan Banten.
Secara Lokasi, Keraton Kaibon ini dibangun menghadap barat dengan kanal dibagian depannya. Kanal ini berfungsi sebagai media transportasi untuk menuju ke Keraton Surosowan yang letaknya berada di bagian utara. Dibagian depan keraton dibatasi dengan gerbang yang memiliki 5 pintu. Arti angka lima ini mengikuti jumlah shalat dalam satu hari yang dilakukan umat muslim.
Gerbangnya sangat khas bergaya Jawa dan Bali, memiliki ketinggian sekitar 2 meter dengan bentuk Candi Bentar sebagai motifnya. Gerbang ini juga disebut sebagai gerbang bersayap. Pada satu gerbang terdapat pintu paduraksa yang menghubungkan bagian depan dengan ruang utama keraton.
Ruang Utama keraton ini tidak lain adalah kamar tidur Ratu Asiyah. Dibangun dengan menjorok ke tanah, kamar tidur Sang Ratu dilengkapi dengan teknologi pendingin ruangan. Ini bisa terlihat dari lubang yang terdapat dalam ruangan. Lubang tersebut dahulu dapat di isi air untuk memberikan efek sejuk pada isi dalam ruangan.
Keraton ini berdiri di tanah seluas 4 hektar. Dibangun menggunakan batu bata yang terbuat dari pasir dan kapur. Salah satu yang terlihat jelas dari peninggalan keraton ini adalah bangunan yang menyerupai masjid. Bangunan ini berada di sisi kanan gerbang. Selain pilar yang masih utuh, di dalam bangunan tersebut juga terdapat mimbar yang berfungsi sebagai tempat berdirinya khotib.
Hancurnya keraton Kaibon bermula ketika Sultan Syaifudin menolak permintaan Herman Willem Daendels sebagai Gubernur-Jenderal Hindia Belanda saat itu untuk meneruskan pembangunan Jalan Raya Anyer-Panarukan. Bahkan utusan jendral yang bernama Du Puy dibunuh hingga kepalanya dipenggal kemudian dikembalikan kepada jendral Daendels .
Menanggapi reaksi tersebut, Jendral Daendels yang sangat marah lalu membalasnya dengan menghancurkan keraton Kaibon. Beruntung, tidak sepenuhnya hancur karena kita masih bisa melihat indahnya tangga keraton, kokohnya tiang penyangga dan pagar yang tinggi menjulang.
Dibalik sisa kehancurnya Keraton Kaibon ini, kita bisa membayangkan akan kekuasaan Kesultanan Banten dimasa lampau. Puncak kejayaan Banten terjadi saat Sultan Ageng Tirtayasa bertahta tahun 1651-1682. Saat itu Banten membangun armada yang mengesankan kaum bangsawan. Armada tersebut dibangun mencohtohkan model eropa, juga kesultanan Banten membayar upah orang Eropa bekerja saat itu. Walau pada akhirnya Kesultanan Banten ini hancur, tapi peninggalannya tak akan pernah hilang jika selalu dirawat dan dijaga hingga kini.
Keraton Kaibon
Lokasi : Jalan Raya Banten, Kampung Kroya, Kasunyatan, Kecamatan Kasemen. Google Maps [link]