Beragamnya Kuliner Selebriti dalam Launching One Parc Puri

Pada hari minggu yang cerah ceria ini, kami dari Indonesian Food Blogger berkesempatan untuk merasakan berbagai makanan yang disediakan dalam acara launching one parc puri di metland cyber city. Mulai dari food truck sampai dalam stand. Hal yang unik adalah banyaknya brand kuliner yang owner-nya adalah selebriti tanah air.

Ya, ternyata selebriti saat ini tidak hanya jago acting di layar kaca tapi banyak juga yang jago masak dan memilih untuk berbisnis kuliner. Seperti selebriti berikut ini Ruben Onsu & Sarwendah, Baim Wong, Raffi Ahmad & Nagita, Luna Maya, Uya Kuya, Tyas Mirasih, Thomas Djorghi dan Agung Hercules yang memilih untuk berbisnis kuliner sebagai peluang yang sangat menjanjikan. Untuk itu beragamnya bisnis kuliner sebebriti ini :

1. Bakmi RN

RN merupakan singkatan dari Raffi & Nagita. Bakmi ini dimiliki oleh sepasang suami istri Raffi ahmad dan Nagita Slavina. Saya ingat betul pernah merasakan bakmi enak ini sewaktu pergi ke Maze Market yang berlokasi di Cikokol, Tangerang [map]. Tekstur mienya lembut juga bumbunya kaldunya meresap dibalut dengan daging ayam yang lezat. Rasanya emang cocok untuk kalangan pecinta bakmi juga bagi yang tidak mau terlalu makan berat namun ingin mengenyangkan.

2. Bakmi Wong

Sudah jelas lah ya dari nama belakangnya bakmi ini punya siapa. Yup, Baim Wong. Artis sinetron yang lagi naik daun ini punya bakmi yang lezat bernama bakmi wong. salah satu menu yang dipesan adalah mie yamin.

3. Bakso Barbel

Yang satu ini paling unik, ga hanya sekedar nama tapi dari bentuknya pun mirip barbel namun tidak seberat barbel tentunya. Kalau dilihat-lihat memang mirip bakso malang hanya saja bentuk baksonya yang bikin unik. 

Bersyukur, saya dapat melihat langsung bagaimana Agung Hercules membuat bakso barbelnya miliknya. Beliau terlihat sedang menyajikan satu porsi bakso barbel yang lengkap untuk pelanggannya yang berasal dari singapore. dengan English yang sedikit terbata-bata, ga ada hentinya melucu. Setiap omongan yang keluar seakan lawakan. Ya, itulah Agung Hercules yang saya kira sangar ternyata lucu juga lawakannya. 

4. warung besar

Selain membuat bisnis kuliner bernama I am Geprek Bensu, artis Ruben Onsu kembali membuka sebuah restauran baru bernama warung besar. Nasi Nampan adalah menu yang dijualnya.

5. Pempek Tanliz

Rasa rindu akan pempek akhirnya terbayarkan oleh Pempek Tanliz ini yang ownernya adalah Thomas Djorghi. Walau beliau keturunan Indo, tapi bisnis kulinernya indonesia banget. yang saya suka dari pempek ini adalah taburan cabe yang kelihatannya pedes tapi ternyata tidak terlalu. cocok untuk saya yang memang tidak terlalu suka pedas.

selain itu banyak juga makanan unik lainnya seperti..

7. Ice Cream Hulala

Melihat dari bentuknya saja sudah menarik dan penuh warna. Yup, itulah Ice Cream Hulala yang merupakan ice cream roll dari Thailand. Kalau dari bentuknya sih memang mirip gelato hanya saja cara pembuatannya yang berbeda. karena untuk membuatnya harus dalam sebuah wajan yang besar. Memang terlihat seperti sedang memasak, padahal lagi membuat sebuah ice cream yang lezat.

8. Jakarta Foodtruck

Bagi para pecinta food truck, yang satu ini memang familiar banget. Mungkin sudah banyak yang menemuinya di sekitaran Jakarta, karena memang Jakarta Food Truck ini banyak berputar disekitaran event yang berada di kota Jakarta.

Karena tidak mau terlalu kenyang, alhasil saya memesan burger lezat dengan beberapa potong kentang goreng. Selain Burber, ada juga Rice, Fried, Rolls dan juga aneka minuman dingin yang menyegarkan.

Selain berkuliner, kami juga diajak melihat langsung show unit dari One Parc Puri ini. Oh iya, lokasi tepatnya One Parc Puri ini berada adi Metland Cyber City, Jalan K.H. Ahmad Dahlan, Tangerang atau kalau keluar pintu tol Karang Tengah Barat [map]. Ada tiga tipe disana, mulai dari satu tempat tidur, sampai dua tempat tidur. Harganya dimulai dari 500 jutaan saja.

Untuk pembangunan saat ini akan ada dua tower. Orchidea dan Olea adalah dua tipe yang nantinya akan menjadi satu dalam tower. Namun Orchidea dikhususkan untuk hunian saja dan Olea untuk woho, Loft dan Office. Untuk info mengenai unit dari One Parc Puri bisa langsung ke website resminya http://oneparcpuri.co.id

Itulah beragam bisnis kuliner selebriti yang ada pada launching One Parc Puri ini. Unik-unik memang, mulai dari bentuk, nama dan rasanya. Dan masih banyak makanan enak yang lain namun tidak bisa saya jelaskan satu-satu seperti Britatoes, Donner Kebab, Martabuck dan lainnya. Pokoknya enak-enak banget 🙂

Telaga Biru Cisoka, Bekas Tambang Yang Begitu Fenomenal

Berawal dari tambang galian pasir yang sudah tidak beroperasi lagi dan kini meninggalkan bekas lubang yang besar. Dikarenakan terus – menerus terisi oleh air hujan, kemudian berubah menjadi telaga atau danau yang kalau dilihat sekilas memang mirip seperti Danau Kaolin di Pulau Belitung sana. Mungkin karena sama – sama berasal dari pengerukan tanah bekas dari pertambangan. Pancaran warna Hijau Muda dan Biru Toska tersebut juga bukan warna sebenarnya, melainkan berasal dari alga ganggang yang terkena pantulan sinar matahari.

Mungkin gak pernah terbayangkan sebelumnya, bagaimana tempat yang dahulunya hanya berupa bekas galian tambang kini menjadi tempat wisata yang sangat fenomenal dan ramai dikunjungi banyak orang. Ditambah dengan pesatnya perkembangan sosial media yang banyak memuat informasi dan foto keindahan telaga ini membuatnya semakin banyak yang penasaran untuk berkunnung. Gak hanya dari warga Tangerang sendiri, namun banyak diantara datang dari Jakarta dan sekitarnya. Mayoritas memang berasal dari gen Y maupun Z yaa termasuk saya juga sih, hehe.

Akses menuju kesini ga terlalu susah kok, lokasinya juga tidak terlalu jauh dengan Pemerintahan Kabupaten Tangerang yang berada di Kecamatan Tigaraksa. Atau lebih tepatnya berada di Jalan Tigaraksa, Kecamatan Cisoka, Kabupaten Tangerang. Banyak spanduk atau poster yang mengarahkan pengunjung agar tidak kesasar.

Bagi yang menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil atau motor dapat mengikuti akses dari google maps berikut ini dijamin sampe deh, kalaupun nyasar silahkan gunakan penduduk sekitar yaa 😛 alternatif lain untuk menuju kesini yaitu naik transportasi umum seperti commuterline jalur Tanah Abang – Maja, dan turun di Stasiun Tigaraksa. Selanjutnya dapat menggunakan ojek baik online maupun konvensional, atau naik angkot jurusan Adiyasa -Balaraja. Kemudian turun di dekat SMAN 8 Kabupaten Tangerang. Plang  atau spanduk menuju Danau Biru sudah terlihat dan tinggal jalan kaki sekitar 20 menitan.

Berbicara soal biaya masuk, hmm.. ya gitu deh. Karena ketidaktahuan saya akhirnya harus membayar dua kali. Yang pertama membayar 5000 (untuk satu motor dua orang penumpang) kepada segerombolan orang. Mereka menarik uang kepada siapapun motor atau mobil yang ingin berkunjung ke telaga yang sedang hits ini, dan tidak ada tiket resminya! oke, selanjutnya saya kembali membayar sebesar 5000 dan ini ada tiket resminya, walau belum ter-update karena ditiketnya sendiri tertulis 3000 tapi saya harus membayar 5000. setelah membayar dua kali tiket, saya membayar parkir sebesar 2000 untuk motor, 3000-5000 untuk mobil.

Suasana bekas tambang masih sangat terasa ketika kita masuk ke area “danau kaolin” versi tangerang ini. terlihat beberapa alat bekas pengerukan tanah yang sudah tidak terpakai juga dengan lubang – lubang yang tidak terlalu besar yang belum sempat terkeruk tanahnya. Sekelilingnya masih tanah kosong dan persawahan yang luas.

Disana terdapat tiga telaga. yang pertama telaga berwarna hijau muda. Uniknya, kini terdapat perahu kecil yang hanya muat maksimal 4 orang untuk sekedar foto-foto lucu gitu di Instagram. Biayanya murah sekitar 20.000/perahu (2016). Ada pula patung badak, entah apa maksudnya tapi begitu menarik perhatian saya dan juga pengunjung lainnya. Di sebelah nya terdapat telaga yang cukup dalam, berwana biru toska yang pekat dan sangat cantik bila dilihat. Sayangnya tanah disini masih sangat gembur, jadi musti berhati-hati agar tidak kecebur, tak terbayangkan bila musim hujan pasti sangat ledok. Yang terakhir adalah telaga terbesar dan terluas yang ada di kompleks telaga biru cigaru ini. Sebagai pengamanan, sudah berdiri pagar bambu yang membatasi pengunjung untuk tidak terlalu mendekat.

Oh iya, sangat disarankan kalau mau kesini datangnya pas menjelang sore hari. karena apa? silau men! sinar mataharinya begitu menyengat mungkin karena tidak ada pepohonan yang menutupi disekelilingnya. Memang tidak disarankan untuk berenang selain kedalamannya yang mencapai 50 meter, juga dikhawatirkan terdapat zat berbahaya bekas tambang yang membahayakan tubuh, jadi lebih baik menikmati keindahan warna – warni telaga atau sekedar foto-foto ala instagramble gitu.

Dengan semakin banyaknya antusias masyarakat mengunjungi telaga biru cigaru ini bisa jadi potensi tempat wisata baru nih di Kabupaten Tangerang. Juga diharapkan bisa dikelola dengan sangat baik, dengan begitu tidak terjadi lagi yang namanya pungutan liar.

Perjalanan Offroad Menuju Pantai Legon Pari

Long Weekend seakan menjadi hari yang sangat dinanti-nanti termasuk juga saya, hehe. Banyak yang memanfaatkan hari libur panjang tersebut dengan jalan-jalan, berkunjung ke sanak saudara atau hanya berdiam diri saja. Status di social media bermunculan diantaranya lagi otw nih, lagi di Bandara, Stasiun ataupun Terminal Bus, tak terkecuali saya dan beberapa teman lainnya yang malam itu juga sudah bersiap untuk pergi menuju Pantai Sawarna yang terletak di selatan provinsi banten.

Sepanjang perjalanan melalui tol Ciawi sih ga terlalu macet, justru setelah keluar tol kemacetan baru terasa sangat parah, hal itu disebabkan oleh jalan yang sedang diperbaiki di sekitaran perbatasan kab. sukabumi dan kab. bogor.

8 jam Perjalanan sudah kami lalui untuk sampai di pantai sawarna. Kemacetan tidak hanya terjadi diarah menuju sukabumi, bahkan sekitaran pantai sawarna pun tidak kalah parah, hal ini disebabkan oleh parkir yang sembarangan juga lalu lalang kendaraan yang ingin masuk juga keluar.

Penuh dan sesaknya pantai sawarna memaksa kami untuk mencoba alternatif pantai lain yang letaknya ga jauh-jauh amat yaitu Pantai Legon Pari. Jaraknya sih memang ga jauh, tapi kondisi jalanannya rusak yang membuat sedikit memakan waktu untuk mencapainya. Bahkan kami harus melewati Jembatan goyang yang beralaskan kayu dan hanya muat satu motor saja. Dibawahnya mengalir deras sungai yang menuju pantai Sawarna. Untuk sampai ke jembatan goyang tersebut harus melalui tanjakan yang lumayan curam dengan jalanannya yang kecil.

Tidak berhenti sampai disitu, kami dihadapkan dengan jalanan yang sangat rusak dan berbatu. Saking rusaknya, beberapa kali saya harus turun dari motor karena tidak memungkinkan untuk jalan berboncengan dijalanan rusak dan menanjak. Sampai jugalah di pantai yang disebut Legon Pari ini. Lumayan sepi sih jika dibandingkan dengan pantai sawarna yang ramenya kebangetan. Saking sepinya, bahkan saya tak melihat adanya homestay disini, hanya warung-warung kecil dipinggir pantai, itupun jumlahnya tidak banyak.

Sedang asyik – asyiknya memotret disekitar pantai karang bereum datanglah guyuran gerimis yang perlahan menjadi sangat lebat dan memaksa saya untuk segera berteduh diwarung-warung kecil dipinggiran pantai. Ketika sudah reda, sejenak kami menikmati derasnya ombak di pantai karang taraje yang letaknya ga tidak jauh dari pantai legon pari.

Untuk bisa sampai ke pantai karang taraje kami harus melewati  pantai legon pari. Seru sih, ini pertama kalinya saya diajak untuk berkendara motor dipinggir pantai melewati pasir-pasir, sesekali ombak menerpa motor yang saya naiki. Karena melewati pasir, banyak diantaranya yang “ketelen” oleh pasir di pinggir pantai dan harus dibantu untuk mengeluarkannya.

Setelah dirasa cukup puas, perjalanan pulang pun tak kalah extreme. Situasi sudah menjelang magrib, matahari yang tadinya sangat cerah perlahan berganti menjadi kegelapan. kamipun harus pulang dalam keadaan gerimis, Jalanan yang rusak, licin dan berbatu ditambah banyak turunan dan tanjakan curam sepanjang jalan dan akhirnya memaksa saya juga teman lainnya yang dibonceng untuk turun dari motor. Beruntung, saya sempat membawa headlamp dan itu sangat membantu sekali disaat kegelapan yang menemani sepanjang jalan.

Perjalanan off road  itupun pun akhirnya berakhir setelah melewati jembatan goyang yang hanya muat satu kendaraan. Cukup puas lah pokoknya menikmati pantai yang sepi pada saat long weekend seperti ini. Pantes saja tidak terlalu banyak pengunjungnya, untuk mencapai lokasi aja jalanannya extreme begitu. mungkin kalau jalanannya sudah bagus seperti menuju pantai sawarna pasti beda ceritanya. Ini ceritaku saat long weekend, mana ceritamu?

Sunset dan Ilalang di Utara Tangerang

 

Rasa penasaran yang teramat sangat akan keberadaan pantai-pantai di utara tangerang, membuat saya dan hans (travelerkere) memutuskan untuk pergi ke Teluknaga yang berada di utara tangerang. usut punya usut ternyata letaknya ga jauh-jauh amat dari Bandara Int. Soekarno Hatta atau lebih tepatnya berderetan dengan Pantai Tanjung Pasir.

Sebelumnya saya sudah mencari tau tentang keberadaan pantai yang misterius ini melalui dunia maya, namanya pun cukup unik yaitu Pantai Tanjung Burung. Bisa dibilang sangat jarang khususnya oleh blogger yang membahas pantai tersebut, dan itulah yang membuat rasa penasaran saya semakin memuncak untuk segera pergi kesana.
Dengan kecepatan 60-80 km per-jam saya pun melaju dengan kencangnya, menaiki sebuah scooter masa kini katanya. Setibanya di teluknaga, saya dihadapkan dengan dua jalanan kecil yang dipisahkan oleh sebuah sungai yang warnanya sedikit kehijauan. karena berpikir kanan selalu yang terbaik akhirnya saya pun melaju dengan dahsyatnya sampai tak sadar bahwa jalan yang dilewati tersebut seakan tidak ada ujungnya.
Tak lama kemudian, kami pun melewati tambak-tambak warga yang tampak sepi. Disana hanya ada beberapa orang yang sedang sedang ataupun sehabis memancing. Dari sana juga terlihat satu rumah dipinggiran tambak yang lumayan besar dan terparkir motor-motor para pemancing. ada sekitar 3-4 motor yang terparkir disana.




Selesai urusan perparkiran, akhirnya saya pun beranjak menuju “pantai” yang tidak terlihat wujudnya itu. Betapa susahnya ketika yang harus dilewati adalah deretan tambak demi tambak dengan beberapa jembatan bambu yang sangat rapuh dan kecil.
Sesampainya di “pantai”, betapa zong-nya saya ketika yang dilihat hanya hamparan rumput ilalang beserta muara sungai yang menjorok ke laut. Iya muara sungai yang menjorok ke laut bukan pantai seperti yang ada pada bayangan saya sebelumnya. Emang sih pada awalnya si empunya rumah di tepian tambak yang lumayan besar itu juga sudah memperingatkan saya bahwasanya tidak ada pantai yang dimaksud, namun saya ngeyel dan beranggapan bahwa ada kok pantai yang indah disekitar sini.
Dan pada akhirnya saya hanya menonton pertunjukan matahari terbenam dari kejauhan. Memang tidak seindah matahari terbenam di pantai pada umumnya, hanya saja rumput ilalang yang menutupi membuat suasana menjuadi dramatis, hmm.. sekedar menyenangkan diri sendiri aja sih. Dan pantai tanjung burung itupun masih menjadi misteri bagi saya akan keberadaannya dan wujudnya hingga kini .

Menanti Sunrise dari Tanjung Lesung



“Bangun tidur ku terus hunting

Mungkin kata-kata itulah yang tepat bagi penggila matahari terbit seperti saya, walau pada kenyataannya sangat sulit untuk sekedar bangun apalagi hunting di pagi hari. Berada persis di seberang adam homestay, di daerah Tanjung Lesung, Pandeglang, Banten. Pantai yang tidak diketahui namanya itupun menjadi alternatif dalam mencari sang surya bersinar.

Pagi yang teramat pagi. Bahkan sang ayam jago pun belum menunjukan nyaringnya. Saya sudah harus berjalan pada sebuah jalanan kecil yang sangat terjal dan turunan curam. Embun indah pagi itu menjadi malapetaka bagi saya karena harus terlepeset oleh licinnya tanah. Untung tidak terlalu parah, hanya saja kamera dan celana menjadi sedikit kotor.

Setibanya di pantai, suasana sangat sunyi dan hening bak seperti berada di pantai pribadi. Saya memang tidak sendiri, ditemani oleh beberapa perahu kecil yang sedang bersandar, juga para anjing yang berlarian kesana kemari. Sepinya pantai berbanding terbalik dengan suasana di seberang sana, tepatnya di tengah laut. Ramai para nelayan yang sedang sibuk mencari nafkah berupa ikan-ikan dilautan. Sebagian kapal dari para nelayan tersebut disandarkan begitu saja di pinggir pantai tanpa ada yang menjaga satupun.

 

Pantai yang landai dengan ombak yang sangat bersahabat. Memang tidak secantik pantai dreamland atau tanjung bira. Tapi bisa dibilang lumayan untuk sekedar berfoto maupun berenang sekalipun. Terlihat gunung kembar dari kejauhan di seberang sana membuat saya bertanya-tanya, apakah itu gunung di sekitar krakatau? mengingat tanjung lesung ini berhadapan persis dengan selat sunda yang memang berdekatan dengan gunung yang pernah meletus pada tahun 1883 tersebut.

Saya pun langsung memulai hunting dan mengeluarkan kamera berikut tripodnya. Dengan setinggan iso dan bukaan yang rendah, akhirnya mencoba memakai tehnik Slow speed walau masih sangat newbie soal kamera.  Memang hasilnya tidak bagus amat lantaran perahu goyang karena gerakan ombak. Yasudahlah sebagai pembelajaran bahwa tidak bisa memakai speed rendah dalam keadaan perahu diatas laut apalagi ombak selalu bergoyang setiap saat.

Matahari sudah semakin meninggi di ufuk timur, seketika saya teringat akan satu hal yaitu UV filter untuk pelindung lensa dari silaunya cahaya matahari. Alhasil mau ga mau harus balik lagi ke dalam homestay. sebelumnya saya sudah menyiapkan beberapa batu sebagai persiapan bila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan termasuk bila dikejar anjing.

 

Luka setelah di bersihkan dengan air
Dan benar dugaan sebelumnya yaitu dikejar anjing, tapi lebih tepatnya sih di gonggongin anjing. Ditengah perjalanan secara tidak sengaja berpapasan dengan tiga ekor anjing liar yang sedang mengacak sampah. Salah satunya dari ketiga anjing tersebut mendadak menggonggong dengan kerasnya seakan-akan mau mengejar, akhirnya saya pun kocar-kacir dibuatnya.

Untuk kedua kali terjatuh lagi di tempat yang sama dan lebih parah. Bersyukur kamera aman, hanya saja tripod dan kaki saya tidak terselamatkan. Mengucur darah segar dari lutut ini begitu juga tripod yang salah satu kakinya hilang entah kemana. Setelah dicari ternyata ada dan untungnya bisa dipasang kembali, fiuh!

 

Pemandangan setelah matahari terbit
Rasa penyesalan pun muncul lantaran saya tidak bisa menikmati matahari terbit dengan indahnya. Padahal sebelumnya sudah bersusah payah untuk bisa bangun pagi. Pemandangan setelah matahari terbit pun memang tidak kalah indahnya hanya saja tidak seindah saat sebelum terbit. Mungkin untuk kedepannya saya harus lebih berhati-hati juga tidak terlalu panik apabila ada anjing yang mendekat. Sedikit berpikir positif mungkin saja mereka ingin mengajak untuk breakfast bersama, mungkin. Hanya saja bahasanya tidak di mengerti oleh saya.