Banyak cara yang bisa dilakukan pada bulan ramadhan yang suci dan penuh rahmat ini, salah satunya adalah dengan berwisata religi. Baik itu mengunjungi masjid, melakukan kegiatan sosial di panti asuhan, ataupun berziarah ke makam penyebar agama islam seperti wali songo ataupun lainnya. Dengan melakukan wisata religi, diyakini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang agama juga mempertebal keyakinan terhadap sang maha pencipta.
Kali ini saya mengunjungi salah satu masjid di daerah Tangerang yaitu Masjid Agung Nurul Yaqin. Sering disebut sebagai masjid pintu seribu karena memang memiliki pintu yang banyak layaknya lawang sewu di semarang. Lokasinya berada di jalan kampung bayur, Priuk Jaya, Tangerang, Banten. Tidak seberapa jauh dari perbatasan kota dan kabupaten Tangerang di jalan bayur raya.
Masjid Agung Nurul Yaqin atau masjid pintu seribu didirikan oleh almarhum Syekh Al Bakhir Mahdi pada tahun 1978. Selain memiliki bangunan yang luas dan panjang, masjid ini juga unik karena tidak memiliki kubah besar dan megah seperti masjid pada umumnya. Angka 999 tergambar disetiap lorong dan juga pagar. Angka tersebut merupakan pengabungan dari 99 nama-nama allah dalam asmaul husna dan jumlah dari 9 wali songo.
Tiba-tiba Muncul seseorang menanyakan waktu untuk berziarah, mungkin karena takut bentrok dengan waktu maghrib yang tinggal satu jam lagi. Setelah sholat ashar, akhirnya kami diajak untuk mengunjungi salah satu makam yang letaknya tidak seberapa jauh dari tempat shalat tadi. Terdapat tiga makam dan salah satunya adalah makam Sayyidi Syekh Abdullqodir Al Jaelani. Selanjutnya beliau yang tidak diketahui namanya itupun langsung memimpin doa didepan makam tersebut.
Pada ziarah berikutnya, beliau mengajak ke sebuah bangunan berlantai empat yang ditutupi oleh pagar besi yang terkunci. Sebelum masuk, kami disarankan untuk menyalakan lampu senter selama perjalanan di dalam. Beruntung dua diantara kami membawa handphone yang bisa menyalakan lampunya. Dengan terbata-bata mengikuti langkah beliau yang sangat lincah melewati lorong demi lorong yang sangat sempit dan pendek. Jalanan yang berliku dan gelap persis seperti sedang melewati sebuah labirin.
Dengan perlahan namun pasti, akhirnya sampai di sebuah ruangan yang hanya di terangi oleh sebuah lampu. Terlihat empat buah lorong yang salah satunya ditutupi oleh pagar besi. Sepertinya ada makam didalam lorong-lorong kecil tersebut.
Suasana di dalam bisa dibilang sangat pengap, sunyi dan lembab. Tidak ada suara apapun keluar kecuali suara kami berlima. Secara tiba-tiba beliau mematikan satu-satunya lampu di ruangan tersebut. Gelap bukan main, menutup mata ataupun tidak sama saja, sama-sama gelap.
Kemudian beliau memulai ceritanya tentang kehidupan setelah di dunia nanti. Bagaimana rasanya ketika berada di dalam kubur, tidak ada cahaya, hidup dalam kegelapan, pengap, sunyi, tak ada satupun yang dapat menolong kecuali amalan selama hidup. Lalu kami pun diajak untuk sejenak merenung tentang kehidupan di akhirat kelak. Tak lama pembacaan ayat-ayat Al Quran pun dimulai, disaat itu juga seketika batin saya tercabik, menangis tanpa sebab. Muncul rasa takut kepada sang pencipta, rasanya saya tidak ada apa-apanya di dunia ini dibandingkan dengan sang maha kuasa Allah SWT.
Kami diberi waktu untuk mendoakan keluarga yang sudah meninggal dan juga memohon doa yang ingin dikabulkan. Kurang lebih 15 menit terkurung dalam kegelapan akhirnya lampu dinyalakan. Selanjutnya beliau memohon sumbangan seikhlasnya untuk melanjutkan pembangunan masjid pada sebuah kotak yang sudah disediakan. Emang
sih kalau dilihat, pembangunan masjid ini masih setengah jalan, bahkan banyak tembok yang belom di rapihkan lalu bangunan atap yang masih belom diselesaikan.

Satu persatu akhirnya masuk kembali ke dalam lorong yang sempit dan sangat gelap itu. Sialnya, saya mendapat giliran paling terakhir. Panik bukan main manakala saya hampir ketinggalan dengan rombongan. Untungnya tidak ada yang membuntuti saya selama berada paling belakang.
Terlihat cahaya yang sangat indah muncul dari balik gerbang yang tadinya terkunci. Bersyukur masih bisa melihat cahaya matahari lagi. Sungguh perjalanan spiritual yang luar biasa. Dapat menjadi obat alternatif dalam mengisi kekosongan hati maupun batin. Rasanya menjadi sangat plong dengan masalah dan beban hidup yang tidak kunjung selesai juga dengan penyakit hati yang selalu bermunculan.
Mengunjungi masjid seribu pintu ini sangat tepat pada saat siang hari karena jika sore akan bentrok dengan waktu maghrib. Disarankan untuk membawa senter untuk dapat berjalan di lorong-lorong sempit dan gelap tersebut. Dan bersiaplah untuk merasakan sensasi duduk di dalam kegelapan selama bermenit-menit.
Masjid Agung Nurul Yaqin (Masjid Pintu Seribu)
Jalan kampung bayur, Priuk Jaya, Tangerang, Banten.