Hitam Putih Dikesunyian Tanah Cepe

 

6c065-dsc_4530a2
Serem! mungkin itu kata yang pertama terlintas jika berkunjung ke kuburan apalagi dengan luas yang sampai berhektar-hektar. Suatu hal yang tidak biasa berkunjung ke kuburan tanpa ada maksud tertentu. Memang pada dasarnya orang mengunjungi kuburan hanya untuk keperluan semata seperti berziarah, tapi toh ternyata jalan-jalan ke kuburan bisa dijadikan alternatif dalam mengisi waktu luang.
Berlokasi di jalan imam bonjol, karawaci, tangerang. Tanah cepe merupakan kompleks perkuburan tionghoa yang luasnya bahkan melebihi saudara kembarnya yaitu tanah gocap. Keduanya memang di kelola oleh perkumpulan boen tek bio. Merujuk dari kata asalnya, cepe atau cepek merupakan serapan dari bahasa Hokkien yang berarti seratus. Konon dahulu tanah di perkuburan tersebut mencapai Rp.100 permeter.
dd712-dsc_4562a5a

Berbeda dengan tanah gocap yang ramai karena di lalui oleh jalan utama, tanah cepe bisa di bilang sangat sunyi dari hingar bingar keramaian. Padahal tak jauh dari sana terdapat kota satelit yang sangat padat seperti lippo karawaci maupun kota tangerang.

Hanya ada segelintir anak-anak kecil yang memanfaatkan luasnya lahan kuburan untuk bermain. Keberadaan mereka seakan mengingatkan saya saat masih sd yang pernah bermain ke perkuburan tionghoa di tanah kusir. Karena letaknya tidak jauh, bermain ke kuburan memang menyenangkan pada saat itu.

Pada waktu tertentu khususnya setiap bulan april, diadakan tradisi cheng beng yaitu sembahyang kubur khususnya bagi orang tionghoa yang di selenggarakan oleh perkumpulan boen tek bio. Ceng beng berasal dari bahasa Hokkien yang berarti terang dan cerah. Tradisi yang sudah turun temurun diadakan sejak zaman dinasti ming dimaksudkan untuk menghormati para leluhur dan sanak keluarga yang  sudah meninggal dunia.

86649-dsc_4816a12
Memang tak bisa dipungkiri banyak yang menganggap kuburan itu menyeramkan, apalagi dengan berbagai aksi uji nyali menantang setan yang sering diakan oleh televisi seakan menambah ketakutan orang untuk berkunjung. Terlepas dari sisi horornya, sebetulnya banyak sisi menarik dari kuburan, terlebih jika di tata semenarik mungkin sehingga tak nampak keseramannya.
Untuk dapat mengunjungi tanah cepe kita perlu meminta izin, minimal kepada penjaga makan. Selanjurnya kita dapat bebas mengexplore seluruhnya, namun ingat jangan asal menginjak apalagi sampai merusak. kita harus menghormati para arwah yang di kubur disana.

Bukan Sekedar Wisata Religi Biasa

 

7d7d1-foto1
Banyak cara yang bisa dilakukan pada bulan ramadhan yang suci dan penuh rahmat ini, salah satunya adalah dengan berwisata religi. Baik itu mengunjungi masjid, melakukan kegiatan sosial di panti asuhan, ataupun berziarah ke makam penyebar agama islam seperti wali songo ataupun lainnya. Dengan melakukan wisata religi, diyakini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang agama juga mempertebal keyakinan terhadap sang maha pencipta.
Kali ini saya mengunjungi salah satu masjid di daerah Tangerang yaitu Masjid Agung Nurul Yaqin. Sering disebut sebagai masjid pintu seribu karena memang memiliki pintu yang banyak layaknya lawang sewu di semarang. Lokasinya berada di jalan kampung bayur, Priuk Jaya, Tangerang, Banten. Tidak seberapa jauh dari perbatasan kota dan kabupaten Tangerang di jalan bayur raya.
b9d25-dsc_6177aa
Masjid Agung Nurul Yaqin atau masjid pintu seribu didirikan oleh almarhum Syekh Al Bakhir Mahdi pada tahun 1978. Selain memiliki bangunan yang luas dan panjang, masjid ini juga unik karena tidak memiliki kubah besar dan megah seperti masjid pada umumnya. Angka 999 tergambar disetiap lorong dan juga pagar. Angka tersebut merupakan pengabungan dari 99 nama-nama allah dalam asmaul husna dan jumlah dari 9 wali songo.
Tiba-tiba Muncul seseorang menanyakan waktu untuk berziarah, mungkin karena takut bentrok dengan waktu maghrib yang tinggal satu jam lagi. Setelah sholat ashar, akhirnya kami diajak untuk mengunjungi salah satu makam yang letaknya tidak seberapa jauh dari tempat shalat tadi. Terdapat tiga makam dan salah satunya adalah makam Sayyidi Syekh Abdullqodir Al Jaelani. Selanjutnya beliau yang tidak diketahui namanya itupun langsung memimpin doa didepan makam tersebut.
33eef-foto3
 Pada ziarah berikutnya, beliau mengajak ke sebuah bangunan berlantai empat yang ditutupi oleh pagar besi yang terkunci. Sebelum masuk, kami disarankan untuk menyalakan lampu senter selama perjalanan di dalam. Beruntung dua diantara kami membawa handphone yang bisa menyalakan lampunya. Dengan terbata-bata mengikuti langkah beliau yang sangat lincah melewati lorong demi lorong yang sangat sempit dan pendek. Jalanan yang berliku dan gelap persis seperti sedang melewati sebuah labirin.
Dengan perlahan namun pasti, akhirnya sampai di sebuah ruangan yang hanya di terangi oleh sebuah lampu. Terlihat empat buah lorong yang salah satunya ditutupi oleh pagar besi. Sepertinya ada makam didalam lorong-lorong kecil tersebut.
9b239-dsc_6142a
Suasana di dalam bisa dibilang sangat pengap, sunyi dan lembab. Tidak ada suara apapun keluar kecuali suara kami berlima. Secara tiba-tiba beliau mematikan satu-satunya lampu di ruangan tersebut. Gelap bukan main, menutup mata ataupun tidak sama saja, sama-sama gelap.
Kemudian beliau memulai ceritanya tentang kehidupan setelah di dunia nanti. Bagaimana rasanya ketika berada di dalam kubur, tidak ada cahaya, hidup dalam kegelapan, pengap, sunyi, tak ada satupun yang dapat menolong kecuali amalan selama hidup. Lalu kami pun diajak untuk sejenak merenung tentang kehidupan di akhirat kelak. Tak lama pembacaan ayat-ayat Al Quran pun dimulai, disaat itu juga seketika batin saya tercabik, menangis tanpa sebab. Muncul rasa takut kepada sang pencipta, rasanya saya tidak ada apa-apanya di dunia ini dibandingkan dengan sang maha kuasa Allah SWT.
Kami diberi waktu untuk mendoakan keluarga yang sudah meninggal dan juga memohon doa yang ingin dikabulkan. Kurang lebih 15 menit terkurung dalam kegelapan akhirnya lampu dinyalakan. Selanjutnya beliau memohon sumbangan seikhlasnya untuk melanjutkan pembangunan masjid pada sebuah kotak yang sudah disediakan. Emang sih kalau dilihat, pembangunan masjid ini masih setengah jalan, bahkan banyak tembok yang belom di rapihkan lalu bangunan atap yang masih belom diselesaikan.
20879-foto5
Satu persatu akhirnya masuk kembali ke dalam lorong yang sempit dan sangat gelap itu. Sialnya, saya mendapat giliran paling terakhir. Panik bukan main manakala saya hampir ketinggalan dengan rombongan. Untungnya tidak ada yang membuntuti saya selama berada paling belakang.
Terlihat cahaya yang sangat indah muncul dari balik gerbang yang tadinya terkunci. Bersyukur masih bisa melihat cahaya matahari lagi. Sungguh perjalanan spiritual yang luar biasa. Dapat menjadi obat alternatif dalam mengisi kekosongan hati maupun batin. Rasanya menjadi sangat plong dengan masalah dan beban hidup yang tidak kunjung selesai juga dengan penyakit hati yang selalu bermunculan.
Mengunjungi masjid seribu pintu ini sangat tepat pada saat siang hari karena jika sore akan bentrok dengan waktu maghrib. Disarankan untuk membawa senter untuk dapat berjalan di lorong-lorong sempit dan gelap tersebut. Dan bersiaplah untuk merasakan sensasi  duduk di dalam kegelapan selama bermenit-menit.

Masjid Agung Nurul Yaqin (Masjid Pintu Seribu)
Jalan kampung bayur, Priuk Jaya, Tangerang, Banten.

Klenteng Tertua di Kota Benteng

Kota Benteng atau yang sekarang kita kenal Kota Tangerang, adalah sebuah kota di pinggiran Ibu Kota Jakarta. Kota ini cukup unik, terdapat beberapa Klenteng dan usianya cukup tua. Klenteng itu sendiri adalah sebutan yang hanya ada di Indonesia, yang berasal dari bunyi suara lonceng yang dibunyikan pada saat menyelenggarakan upacara. 

Klenteng Boen Tek Bio. Berdiri sejak tahun 1684. Merupakan Klenteng tertua di Kota Tangerang. Klenteng ini adalah Klenteng penganut Keagamaan umat Buddha, Kong Hu Cu dan Tao. Berada persis di jalan Bhakti, pasar lama, Kota Tangerang. Pasar lama adalah Sebuah Pecinan di Kota Tangerang.

Jalanan yang cukup sempit hanya motor bisa lewat, walau ada mobil lewat sini, namun sangat sulit sekali untuk kedalamnya. klenteng ini berada di tengah-tengah pemukiman padat penduduk. Namun kita bisa parkir kendaraan kita di sekitar jalan Kisamaun dan berjalan kaki sekitar 100 meter untuk kedalam.

Orang sedang sembahyang
salah satu sudut di dalam klenteng

Terlihat beberapa orang sibuk menghias klenteng yang akan di pakai dalam menyambut imlek. Jangan sungkan untuk bertanya-tanya disana, karena orang-orangnya ramah-ramah banget. Tadinya sih, kita hanya akan berada di sekitar depan  klenteng itu, eh malah kita diajak masuk kedalam melihat sekeliling di dalam Klenteng.

Terdapat beberapa Altar di dalam klenteng itu. Altar itu sendiri adalah tempat pemujaan. Namun kita tidak boleh berfoto di dalam Altar Utama di Klenteng itu. Altar utama itu merupakan bagian yang paling disakralkan di Klenteng ini. Namun untuk berfoto diluarnya sendiri sih tak apa-apa.

Tak seperti yang di bayangkan, bahwa klenteng ini kecil. ternyata halamannya sendiri cukup luas. Di dalamnya terdapat aula yang cukup besar, yang mungkin di gunakan untuk keperluan umat. Saya sendiri melihat ada sebuah Barongsai yang cukup panjang, mungkin di gunakan untuk latihan barongsai.

Aula di dalam klenteng
Lonceng di dalam Klenteng

Yang cukup unik disini, orang tionghoa disana itu bahasanya rada ke sunda-sundaan. malah ada yang memanggil dengan sebutan teh. cukup unik memang, karena rata-rata disini adalah Peranakan Tionghoa.

Peranakan Tionghoa sendiri adalah percampuran antara budaya Tionghoa dengan budaya lokal, yaitu sunda. walau tak semuanya bisa bahasa sunda, tapi beberapa orang yang saya lihat logat-logatnya agak kesunda-sundaan.