Mungkin karena kurangnya pengetahuan akan banyak manfaat dari tanaman sekitar, banyak masyarakat yang tidak tahu ternyata tanaman liar juga bisa dijadikan santapan bergizi. Sama halnya sayuran yang biasa kita temukan di pasar tradisional atau modern.
Kadang, saking bergantungnya dengan sayuran yang itu-itu aja, jadi kadang pasrah kalau harganya terus naik karena permintaan yang tinggi juga. Alhasil? ya jadi makan harian seadanya dan kurang bergizi.
Beruntung, ada seorang wanita bernama Hayu Dyah Patria yang berasal dari Jombang. Pada tahun 2011 mendapatkan penghargaan Satu Indonesia Award. Beliau lahir di Gresik 27 Januari 1981. Nona cantik itu bergerak sebagai peneliti tanaman untuk diberdayakan menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.
Perkenalannya dengan tanaman liar dimulai pada tahun 2004. Saat itu, beliau masih menjadi mahasiswi Universitas Widya Mandala Surabaya. Beberapa tanaman yang diteliti adalah daun kastuba yang berlimpah kandungan mineral. Kemudian daun krokot, makanan kesukaan jangkrik yang ternyata kaya berbagai macam vitamin. Lalu tanaman tempuyung, legetan dan sintrong.
Menurutnya, daun krokot banyak mengandung asam lemak omega 3 untuk perkembangan sel otak anak. Tanaman yang tinggal dipetik di sekitar rumah ini memiliki banyak kandungan gizi.
Hayu telah memberdayakan ibu-ibu rumah tangga di Desa Galengdowo, Jombang, Jawa Timur sejak tahun 2009. Memanfaatkan tanaman liar sebagai bahan makanan, akhirnya Hayu berhasil mengidentifikasikan sekitar 300 spesies tanaman liar.
Hayu juga berhasil mengundang kalangan akademis dan peneliti untuk menemukan kandungan nutrisi tanaman pangan liar. Tak hanya itu, dia juga berhasil meneliti 10 tanaman pangan liar secara mendalam.
Bahkan, Hayu punya rencana untuk menggelar festival makanan dari tanaman liar dengan liputan media massa nasional dan internasional untuk mempromosikan kegiatan ini. Kini, masyarakat desa mulai mengkonsumsi lebih banyak tanaman pangan liar ketimbang makanan olahan. Mereka juga mulai terbiasa memelihara atau membudidayakan tanaman liar tersebut. Itulah dampak yang dirasakan masyarakat Desa Galengdowo sebagai buah keberhasilan sosok Hayu Dyah Patria.
Pilihan jatuh pada tanaman liar. Daun kastuba, misalnya, berlimpah kandungan mineral. Lalu, daun krokot, makanan kesukaan jengkerik, ternyata kaya berbagai macam vitamin dan, ini yang terpenting, senyawa pendongkrak kecerdasan. “Daun krokot banyak mengandung asam lemak omega-3 untuk perkembangan sel otak anak,” katanya.
Sesungguhnya keterampilan ini tak cuma berguna untuk warga Galengdowo. Data Riset Kesehatan Dasar 2010 mengungkapkan, angka kekurangan gizi di Indonesia masih tinggi, yakni 17,9%. Penyebab utamanya adalah kemiskinan. Karena itu, makanan asal tanaman liar sangat masuk akal untuk dimasyarakatkan. “Tanaman ini bisa didapat tanpa uang. Tinggal petik, tapi kandungan gizinya tak kalah dari tanaman budidaya,” kata Hayu.
Sesungguhnya yang dilakukan oleh Hayu merupakan sumber kekuatan pangan dan memaksimalkan potensi dari sekitar. Karena, bisa jadi daerah di sekitarnya tidak bisa menghasilkan tanaman yang tidak dapat tumbuh, seperti sayuran yang hanya bisa tumbuh pada pegunungan.
Tapi berkat jasa beliau, masyarakat sekitar jadi bisa memanfaatkan sumber pangan sekitar menjadi santapan yang dapat dinikmati kapanpun, tanpa harus menunggunya dari pasar. Sumber kekuatan pangan terletak dari lingkungan sekitar.
Tidak salah memang, Astra memilih Hayu menjadi salah satu penerima penghargaan. Bukan hanya karena jasanya telah memanfaatkan tanaman liar menjadi konsumsi pada masyarakat sekitar.
tetapi lebih dari itu, bisa melindungi dari krisis pangan yang saat ini menghantui Indonesia karena perubahan iklim dan kemarau panjang. Semoga banyak orang yang semakin paham akan potensi daerahnya masing-masing, khususnya untuk tanaman sekitar yang dapat dikonsumsi.