Selamat Pagi Berkabut Tebing Keraton!

Udara yang cukup sejuk (dingin) langsung menyapa saya ketika sampai pada pukul 04.00 dini hari. Cukup sulit rupanya untuk bisa sampai di tebing yang bernama keraton tersebut. Mungkin karena kelebihan muatan, berkali-kali kendaraan yang kami tumpangi tidak kuat menanjak tanjakan yang sedikit curam, alhasil mau tidak mau harus turun dan terpaksa jalan kaki disetiap tanjakan. Jangankan mobil, untuk motor saja banyak yang tidak kuat menanjak, terutama yang berjenis matic. So, persiapkan kendaraan anda dengan sangat baik agar kuat menanjak di tanjakan yang curam menuju tebing keraton.

Letaknya yang tidak terlalu jauh dari kota bandung yaitu berada di daerah dago pakar atau berdampingan dengan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda membuatnya begitu tenar bahkan sangat kekinian dikalangan anak muda, tidak terkecuali saya hehe.  Bisa dibilang 70% dari pengunjung adalah para muda mudi yang tak hanya berasal dari bandung raya tapi banyak juga dari luar kota seperti jakarta dan sekitarnya.
Biaya masuknya sekitar Rp. 11.000/orang dan untuk biaya parkir motor sekitar Rp. 5000, Mobil Rp. 11.000 dan untuk Elf (Elep bahasa sundanya) Rp.20.000. Dengan pengujung yang sangat banyak, maka parkiran untuk mobil dan elf hanya sampai bawah saja tidak bisa mencapai “puncaknya” tebing keraton. Untuk parkiran motor masih bisa mencapai keatas bahkan ke gerbang selamat datang di tebing keraton.
Nama tebing keraton sendiri muncul pada awal mei 2014 oleh seorang warga dari desa Ciburial, Kampung Ciharegem bernama Pak Asep. Dalam bahasa sunda, kata keraton berarti karaton yang maknanya sama yaitu istana. Sebelum itu, warga sekitar lebih mengenalnya sebagai Cadas Jontor, Entah mengapa dinamakan keraton, yang jelas ada yang percaya bahwa pernah melihat tempat ini (tebing keraton) adalah keraton kerajaan. Bisa percaya atau enggak ya, namun dibalik itu semua keindahan dari pemandangan disekitar sini emang luar biasa, bahkan kita bisa melihat kota bandung dari kejauhan.
Perlahan tapi pasti sang surya pun muncul dengan cahaya berwarna kuning keemasannya. Terlihat sangat jelas kabut-kabut yang pekat menyelimuti dari Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Lebatnya hutan seakan membawa saya seperti berada pada hutan belantara di kalimantan sana. Ditambah dengan pegunungan indah disekitarnya, bahkan saya dapat melihat kemegahan gunung tangkuban perahu dari tebing yang tingginya mencapai 1200 mdpl ini.
Ada sebuah batu yang bukan sembarang batu, karena dari sini kita seakan-akan berada pada tepian tebing yang sangat tinggi dengan view hutan yang masih asri. Dari batu inilah juga muncul nama cadas jontor, atau bahasa indonesianya batu yang jontor. Beda dulu beda sekarang karena nyatanya untuk saat ini tebing keraton sudah dipagari oleh pagar yang permanen dan sedikit mempersulit akses untuk jalan ke batu fenomenal tersebut. Syukur deh sedikit ada perubahan di tebing keraton agar lebih aman dibandingkan dulu yang hanya dibatasi oleh tali-tali saja. Tidak hanya itu, untuk akses menuju kesana pun jalanannya bukan berupa tanah yang gembur lagi melainkan sudah di paving block, sehingga memudahkan untuk orang yang berkunjung kesana.
Tak butuh waktu yang lama, Sang fajar pun semakin meninggi di ufuk timur. Cahaya yang terang sedikit menghangatkan udara disekitar yang cukup sejuk. Seiring dengan semakin meningginya matahari, para pengunjung dengan rasa penasarannya pun semakin bermunculan. Bahkan semakin memenuhi area tebing yang tidak terlalu luas ini. Alhasil karena sudah puas dengan pertunjukan terbitnya matahari, maka dengan berat hati kami pun segera meninggalkan tebing yang indah ini.
Saran :
Untuk menikmati sunrise di tebing keraton, usahakan berangkat sangat pagi bahkan kalau bisa jam 04.00 sudah sampai sana, karena kalau datangnya kesiangan cendol gan!. saking cendolnya (ramai) kita hanya melihat lautan manusia di tebing yang indah ini. Bahkan untuk mendapatkan spot yang bagus untuk foto pun harus antri. Jadi, berangkatlah sepagi mungkin agar dapat melihat sunrise yang indah dengan pemandangan hutan dan pegunungan disekitarnya.

30 Comments

  1. Saya suka foto yang pertama. Eh, memang sampai sekarang tetap ramai ya? Kalau satu motor 5000 dinaiki 2 orang = 22.000 jumlah totalnya = 27.000. Kalau sehari ada 5 pasangan yg naik motor dapat penghasilan 100.000!? Weh… makmur juga penduduk sana…

  2. aku kesana waktu itu udah sore dan penuh banget. Mana habis hujan dan masih mendung. Jadi foto-fotonya kurang kece. Nanti mau ke sana lagi ah pagi-pagi

  3. ngiri maxi!!! aku nggak di bolehin pergi ke gunung sama orang tua, boro-boro ranu kumbolo, bromo aja yang ramai dikunjungi kawula tua dan muda saja nggak boleh… -_-

    semoga bisa menikmati pemandang seindah itu nanti (kapan? ya nanti..pas ada kesempatan..hehehe). Viewnya breathtaking ngetss!!

  4. Makasih banyak, itu dia yg bikin takjub dengan meningkatnya pengunjung yg kesana harusnya semakin memakmurkan penduduk sekitarnya juga tapi semoga ga semakin menjamur orang yg jualan 😀

  5. Haha insyaAllah, selesai pernikahan, aku akan ke Indonesia lagi untuk 'pusing-pusing'. Hehe

    Bulan April lepas ke Bandung sudah jumpa sama Feb. Sama kamu belum ketemu lagi! 😀

  6. iya mas musti hati2 kalo enggak kepeleset nanti, wah makasih banyak mas, aah masih bagusan sunsetnya ala mas rifqy 😛

  7. bukan akunya mas yg gendut tapi mobilnya hehe, maafkan daku sudah meniggalkan ke tebing keraton :p

  8. tapi itu ga tinggi2 amat kok dan sekarang sudah lebih aman karena sudah di pagar permanen dan di pavingblock hehe.. mungkin nanti pas ditanya kemana? bilang aja ke perkebunan yang meninggi 😛

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *