Belajar sejarah itu banyak manfaatnya. Tapi entah mengapa, banyak orang menganggap belajar sejarah adalah hal yang membuat ngantuk dan membosankan. Padahal, Bung Karno dalam pidatonya pernah berkata Jasmerah yang artinya jangan sekali-kali melupakan sejarah. Karena dengan belajar sejarah, jadi banyak hal yang kita ketahui dan pastinya menambah wawasan.
Apalagi sebagai Blogger, perlu yang namanya membaca dan belajar sejarah agar menambah wawasan dan pastinya bisa jadi bahan tulisan. Berbicara soal buku, pasti ga asing dengan Balai Pustaka. Sebuah percetakan tertua di Indonesia yang masih eksis hingga kini. Beruntungnya, beberapa hari yang lalu saya berkesempatan untuk berkunjung ke sini.
Balai Pustaka sendiri merupakan salah satu perusahaan BUMN. Dulunya, Balai Pustaka bernama Commissie voor de Inlansche School en Volkslectuur. Didirikan pada 14 September 1908. Lini bisnisnya memang fokus pada penerbit buku. Banyak buku terkenal dicetak di sini. Ya, salah satunya buku siti nurbaya. Selain itu ada satu buku yang mengundang perhatian saya yaitu majalah Parahiangan. Sebuah majalah berbahasa sunda yang sangat langka. Dicetak sejak tahun 1920. Banyak juga buku berbahasa Belanda, hingga aksara Jawa.
Seiring berkembangnya zaman, kini Balai Pustaka mulai membuka diri dengan perkembangan dunia digital. Ya, salah satunya dengan mengubah manajemen yang lebih milenial alias tidak kaku. Berbagai inovasi dilakukan agar Balai Pustaka bisa bangkit dan mengikuti laju zaman yang terus maju.
Selain berkunjung dan diperkenalkan seisi ruangan di Balai Pustaka, saya dan kawan blogger juga diperkenalkan dengan sebuah buku yang baru saja diluncurkan oleh Balai Pustaka. Sebenarnya re-make dari buku lama. Judulnya pun masih sama yaitu Asal-usul nama kota pantai di Sulawesi. Dibuat ulang oleh tim @kamadig_nusantara.
Kami juga diperlihatkan buku aslinya yang 90% adalah tulisan, dan hanya 10% gambar. Re-make buku ini memang lebih menarik karena didukung dengan 35% gambar dan sisanya adalah tulisan. Bukunya sendiri dikhususkan untuk anak-anak usia sekolah dasar dan PAUD. Sempat juga membaca bukunya hingga selesai dan saya sangat suka dengan pembahasannya yang menarik, singkat dan jelas. Didukung dengan gambar yang menarik.
Belajar toponim atau sejarah nama sebuah wilayah atau kota memang menyenangkan. Karena semua nama wilayah atau kota pasti ada sejarahnya. Bagaimana Makassar sempat berganti nama dahulunya Ujung Pandang dan kembali lagi menjadi Makassar. Banyak dari kota-kota di Sulawesi yang diambil dari tumbuhan sekitar. Contohya adalah Bitung. Bitung diambil dari nama sebuah pohon yang banyak tumbuh di selatan kota Manado ini. Selain itu ada kota Anggrek di dekat Gorontalo. Anggrek yang banyak tumbuh diantara batang pohon bakau di utara sulawesi.
Hal yang menarik adalah ketika saya tahu benteng terbesar di dunia ada di Sulawesi. Tepatnya di Buton. Dulunya memang sebuah kerajaan. Keberadaan benteng tersebut untuk melindungi kediaman kerajaan, juga melindungi kediaman rakyatnya dari serangan musuh. Maka dari itu, bentengnya sangat besar dan menjadi terbesar di dunia. Kata buton juga sebenarnya berawal dari nama sebuah pohon buton.
Selain itu ada juga kota kelahiran dari presiden Indonesia ke-3 yaitu B.J. Habibie. Kota tersebut adalah parepare. Dulunya, Parepare merupakan kota yang penting di selat Makassar. Karena menjadi jalur menuju pusat rempah-rempah yaitu Maluku.
Satu kota yang menarik perhatian saya yaitu Kema. Diambil dari nama kerang, tiram atau keong yang hidup dibalik karang. Kema sendiri letaknya tidak berjauhan dari Bitung, dan menjadi salah satu sentra pelabuhan di Sulawesi Utara.
Nah, itulah sekilah buku toponim tentang sejarah asal-usul kota pantai di Sulawesi. Tidak ada asap kalau tidak ada api. Begitupun dengan asal-usul nama daerah yang sekarang menjadi kota pelabuhan penting di berbagai daerah di pulau Sulawesi. Buku yang sangat recomended dibaca! apalagi untuk anak-anak sekolah dasar dan PAUD.