Menuntut ilmu itu memang wajib, apalagi ilmu agama. Adapun hukum menuntut ilmu adalah Fardlu ‘ain dan Fardlu kifayah. Menuntut ilmu hukumnya menjadi fardlu ‘ain atau wajib dilakukan oleh setiap muslim, terutama jika hal tersebut diperlukan agar umat muslim dapat menjalankan ibadah kepada Allah SWT.
Pada mulanya hukum menuntut ilmu adalah fardlu kifayah. Namun jika sudah ada sebagian orang yang mengerjakan atau menuntut ilmu tersebut maka bagi yang lain hukumnya sunnah.
Berbicara soal mencari ilmu, Alhamdulillah nih saya dan teman-teman blogger diberikan kesempatan untuk belajar ilmu agama tentang wakaf. Pembicaranya adalah Bapak Ah. Azharuddin Lathif. Seorang Dosen Hukum Bisnis Syariah di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Acara bertempat di Prudential Tower, Sudirman, Jakarta.
Sebelum membahas wakaf, Beliau terlebih dahulu memperkenalkan 4 Pilar Filantropi Islam, yaitu Zakat, Infaq, Shodaqoh dan Wakaf. Pertama yaitu zakat. Arti dari zakat adalah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya). Zakat sendiri banyak macamnya, salah satunya adalah zakat fitrah yang wajib dilakukan pada hari-hari terakhir di bulan puasa.
sumber vira
Arti Infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan untuk satu kepentingan yang diperintahkan ajaran islam. Shodaqoh sendiri artinya pemberian seorang Muslim kepada orang lain secara sukarela dan ikhlas tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Bisa disebut juga hadiah yang tidak tertentu nilainya, namun ikhlas diberikan.
Lalu apa itu wakaf? ada dua pengertian sebenarnya mengenai wakaf. Pengertian pertama menurut Ulama Hanafiyah adalah Menahan benda yang statusnya tetap milik si Wakif (orang yang mewakafkan) dan yang disedekahkan adalah manfaatnya saja.
Sedangkan menurut ulama Ulama Syafi’iyyah, wakaf adalah Menahan harta yang dapat diambil manfaatnya dengan tetap utuhnya barang, dan barang itu lepas dari penguasaan si wakif serta dimanfaatkan pada sesuatu yang diperbolehkan oleh agama.
Untuk jenisnya, wakaf dibagi menjadi dua. Wakaf Agli dan Wakaf Khairi. Kalau Wakaf Ahli adalah wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik keluaga si Wakif atau bukan. Wakaf seperti ini juga disebut wakaf Dzurri.
Untuk wakaf Khairi adalah yang secara tegas untuk kepentingan agama (keagamaan) atau kamasyarakatan. Seperti wakaf yang diserahkan untuk keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak yatim.
tanah wakaf sumber : link
Perihal benda yang diwakafkan pun ada dua macam. Pertama, benda bergerak dan benda tidak bergerak. Sebagai contoh benda bergerak yaitu kamera dslr yang diwakafkan untuk kepentingan syiar agama. Adapun contoh benda tidak bergerak adalah tanah.
Nah, selain membahas tentang wakaf, saya juga tertarik perihal asuransi syariah. Saat ini ada dua tipe asuransi, yaitu asuransi konvensional dan asuransi syariah. Walau sama-sama memproteksi nasabahnya, tapi dalam akad dan konsepnya jelas berbeda.
Menurut hukum islam, sesuatu hal yang bersifat gharar atau ketidakjelasan memang dilarang. Sebagai contoh dari gharar adalah menjual tumbuh-tumbuhan yang buahnya ada di dalam tanah. Karena belum jelas juga berbuahnya seperti apa, atau bisa jadi tidak berbuah. Ketidakjelasan ini juga yang membuat banyak ulama meragukan “kehalalan” dari asuransi konvensional.
Oleh sebab itulah, hadir asuransi syariah sebagai solusi bagi umat muslim yang ingin tetap terproteksi oleh asuransi tapi tetap tidak bertentangan dengan ajaran agama. Perbedaan paling mendasar tentang asuransi konvensional dan syariah adalah perihal akadnya.
Pada asuransi konvensional, dikenal Akad Pertukaran (Mu’awadhah/tabadduli) sedangkan pada asuransi syariah dikenal dengan akad tabarru’ (hibah) dan Akad Tijarry (Mudharabah, Musyarakah, Wakalah bil ujrah, Mudharabah Musytarakah dll).
Sedangkan perihal Kepemilikan dana, pada asuransi konvensional kepemilikan dana berasal dari premi peserta menjadi milik perusahaan. Sedangkan pada asuransi konvensional Dana “milik bersama “peserta, Perusahaan hanya memegang amanah mengelola dana. Perbedaan lain yaitu terhadap faktor resiko Asuransi syariah menggunakan sistem sharing of risk. Pada asuransi konvensional yang dilakukan adalah transfer of risk.
Nah, itu adalah penjelasan mengenai wakaf dan asuransi syariah. Mengenai ibadah wakaf, memang banyak manfaatnya, baik itu di dunia maupun di akhirat kelak. Semenjak hadirnya asuransi syariah, jujur saya menjadi tenang untuk berasuransi. Karena tidak bertentangan dengan hukum agama yaitu gharar atau ketidakjelasan. Sedia payung sebelum hujan, berasuransi aman dan tenang dengan asuransi syariah.
Alhamdulillah, sayapun mengikuti asuransi syariah, walaupun banyak hal yang dirasa membingungkan. Bismillah saja ya Kak Derus ….
Zaman sekarang asuransi juga bisa untuk wakaf ya. Pertanggungan kita diwakafkan, bisa untuk pendidikan, pembangunan masjid, dll. Atas nama wakafnya pun boleh kita atur ga hanya atas nama diri sendiri tapi bisa utk orang lain.
Wah… semoga niat beribadahbisa dimudahkan dengan adanya sistem wakaf ini. Tak hanya diri kita yang menikmati faedahnya, tetapi orang-orang di sekitar dan yang nun jauh di sana juga bisa merasakan faedahnya.
Sekarang di mall2 banyak perantara wakaf Qur’an dll, thanks de penjelasan ya…
Semua tergantung niatnya yaa yang membedakan tu..
Berasuransi menjadi tenang dan nyaman bagi umat muslim. Dengan penerapan syariah yg sudah ditetapkan dan disepakati. Serta telah mempertimbangkan segala baik dan buruknya. Jadi solisi praktis dalam berasuransi.
https: sedekah.sekolahwakaf.com Assalamualaikum warrohmatullohi wabarohkatuh Allohuma Sholialasayidina Muhammad wa ala Alihi Sayidina Muhammad. Bismillahirrahmanirrahim. Raih kemuliaan yang hakiki , Kemuliaan di hadapan Alloh SWT dan Nabi Muhammad SAW.