Dedikasi dr. Pradipta Suarsyaf: Mengubah Paradigma Kesehatan Jiwa di Indonesia

Ketika mendengar nama dr. Pradipta Suarsyaf, saya langsung teringat tentang perjuangannya yang luar biasa di bidang kesehatan mental. Tidak heran jika ia berhasil memenangkan penghargaan prestisius SATU Indonesia Awards 2023 dalam kategori Kesehatan. Sebagai seorang blogger yang kerap membahas isu-isu sosial dan kesehatan, saya merasa sangat terinspirasi oleh kisah dr. Pradipta dan ingin berbagi lebih banyak tentang dedikasinya yang patut dijadikan teladan.

SATU Indonesia Awards, yang diselenggarakan oleh Astra, merupakan sebuah penghargaan yang diberikan kepada individu maupun kelompok yang telah berkontribusi besar dalam lima bidang utama: Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan, dan Teknologi. Penghargaan ini bertujuan untuk memotivasi anak-anak bangsa agar terus berkarya demi kehidupan yang lebih baik dan berkelanjutan. Dan menurut saya, dr. Pradipta sangat layak menerima penghargaan ini karena kiprahnya dalam meningkatkan layanan kesehatan jiwa di Indonesia.

 

Sebagai seorang tenaga medis, dr. Pradipta tidak hanya fokus pada perawatan fisik pasien, tetapi juga pada pentingnya menjaga kesehatan mental. Dikutip dari UU RI No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, kesehatan mental merupakan keadaan dimana seseorang dapat berkembang secara optimal dalam aspek fisik, mental, spiritual, dan sosial. Ini menjadi dasar mengapa dr. Pradipta begitu peduli terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Beliau memahami bahwa kesehatan jiwa adalah pondasi penting untuk membangun masyarakat yang lebih produktif dan bahagia.

Salah satu program luar biasa yang dipelopori oleh dr. Pradipta adalah Program ODGJ Asuh. Program ini berfokus pada pemberian layanan komprehensif bagi penderita ODGJ di wilayah Riau, khususnya bagi mereka yang berasal dari kalangan dhuafa dan marjinal. Dalam konteks ini, dr. Pradipta tidak hanya memberikan layanan medis, tetapi juga melibatkan berbagai pihak seperti Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, dan berbagai lembaga filantropi untuk membantu penderita ODGJ mendapatkan akses perawatan yang layak.

Ilustrasi ODGJ Asuh sumber: link

Apa yang membuat program ini begitu istimewa adalah komitmennya yang menyeluruh, mulai dari pre-hospital, hospital, hingga post-hospital. Artinya, pasien ODGJ tidak hanya dirawat ketika mereka berada di rumah sakit, tetapi juga dibimbing setelah keluar dari rumah sakit agar mereka dapat berintegrasi kembali dengan keluarga dan masyarakat. Saya merasa pendekatan ini sangat holistik dan inovatif, karena tidak hanya mengatasi masalah kesehatan jiwa dari sisi medis, tetapi juga dari aspek sosial dan ekonomi.

Stigma Negatif ODGJ
Satu hal yang sering kita lupakan adalah stigma negatif yang melekat pada penderita ODGJ. Di Indonesia, ODGJ sering kali dianggap sebagai beban, dan bahkan diperlakukan dengan cara yang tidak manusiawi oleh keluarganya sendiri. Banyak dari mereka yang “dibuang” atau diabaikan oleh keluarga dan masyarakat. Dalam banyak kasus, pasien ODGJ sering kali tidak bisa kembali ke rumah karena mereka tidak diterima oleh keluarga atau lingkungan mereka. Dengan pendekatan humanis dan empati, dr. Pradipta berupaya mengubah paradigma ini. Program ODGJ Asuh tidak hanya membantu pasien ODGJ secara medis, tetapi juga mengupayakan agar mereka tidak lagi dianggap sebagai beban oleh keluarga dan masyarakat.

Sebagai blogger yang kerap berbicara tentang pentingnya kesehatan mental, saya sangat mengapresiasi langkah-langkah yang diambil oleh dr. Pradipta. Kesehatan mental sering kali dianggap sebagai isu yang tabu dan jarang dibahas secara terbuka. Padahal, kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI, sekitar 1 dari 10 orang di Indonesia mengalami gangguan mental. Angka ini terus meningkat setiap tahunnya, dan jika tidak ditangani dengan baik, akan berdampak besar pada kesejahteraan individu dan masyarakat.

Fenomena self diagnosis kelompok remaja
Selain stigma negatif, masalah lain yang dihadapi oleh penderita ODGJ adalah fenomena self-diagnosis yang kerap dilakukan oleh kelompok remaja. Banyak dari mereka yang menganggap dirinya mengalami gangguan mental hanya berdasarkan informasi yang mereka dapatkan dari internet, tanpa melakukan pemeriksaan medis yang tepat. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan, karena tanpa diagnosis yang benar, penanganan yang diberikan juga tidak akan tepat.

Kembali ke kisah dr. Pradipta, keberhasilannya dalam mengembangkan Program ODGJ Asuh di RS Lancang Kuning di Riau telah menjadi bukti nyata dari dedikasinya. Di tengah keterbatasan fasilitas dan sumber daya, ia tetap berusaha untuk memberikan layanan terbaik bagi penderita ODGJ. Selain itu, dukungan yang diberikan kepada kaum dhuafa juga menunjukkan bahwa kesehatan adalah hak setiap orang, tanpa memandang latar belakang ekonomi mereka.

Saya percaya, semangat yang dibawa oleh dr. Pradipta sejalan dengan visi SATU Indonesia Awards, yaitu “Bersama, Berkarya, Berkelanjutan.” Kontribusinya yang nyata dalam meningkatkan layanan kesehatan jiwa tidak hanya memberikan dampak positif bagi pasien, tetapi juga bagi keluarga dan masyarakat sekitar. Dengan memenangkan penghargaan ini, dr. Pradipta telah membuktikan bahwa setiap individu bisa memberikan kontribusi besar bagi bangsa, tidak peduli seberapa besar tantangan yang dihadapi.

Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan apresiasi saya yang mendalam kepada dr. Pradipta Suarsyaf atas dedikasinya dalam memperjuangkan nasib ODGJ di Indonesia. Semoga karyanya dapat menginspirasi lebih banyak orang untuk peduli terhadap kesehatan mental dan memberikan kontribusi nyata untuk menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan berdaya.

Sumber foto:

https://riaupos.jawapos.com/feature/2253572959/pejuang-bagi-penderita-kejiwaan?page=5
https://rsj.acehprov.go.id/berita/kategori/artikel/apa-itu-mental-health-dan-cara-menjaganya
https://pendidikanindonesia-fib.ub.ac.id/?p=2110&lang=id

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *