Sebagai seorang blogger yang peduli lingkungan, kisah Rengkuh Banyu Mahandaru dengan inovasi Plepah patut menjadi sorotan, terutama dalam rangkaian penghargaan SATU Indonesia Award.
Inovasinya dalam menghadirkan alternatif kemasan ramah lingkungan dari pelepah pinang menjadi contoh konkret bagaimana individu dapat berkontribusi pada pelestarian lingkungan sekaligus menciptakan solusi nyata terhadap isu plastik. Lewat ide sederhana namun berdampak besar ini, Rengkuh telah berhasil merintis “Plepah” sejak 2018 dan membuktikan bahwa bisnis berbasis kepedulian lingkungan memiliki potensi untuk berkembang secara ekonomi dan sosial.
Lahir di Garut pada 26 Juli 1991, Rengkuh mendapatkan ide inovatifnya ketika ia mengunjungi Jaipur, India. Di sana, ia terinspirasi oleh penggunaan daun-daun endemik yang dikeringkan untuk membuat piring dan mangkuk.
Saat kembali ke Indonesia, ia segera mengaplikasikan ide tersebut dengan menggunakan pelepah pinang – bahan alami yang melimpah di Indonesia dan sering kali menjadi limbah. Dengan mendirikan perusahaan rintisan bernama Plepah, Rengkuh telah mengubah pelepah pinang menjadi piring dan mangkuk yang tidak hanya estetik tetapi juga dapat terurai secara alami, tanpa meninggalkan residu berbahaya bagi lingkungan.
Rengkuh layak menjadi pemenang SATU Indonesia Award berkat dampak yang ia hasilkan lewat Plepah. Produk ini tidak hanya diterima baik di dalam negeri, terutama di kota-kota seperti Jakarta dan Bali, namun juga telah diekspor ke luar negeri. Keberhasilannya membuktikan bahwa produk lokal Indonesia mampu bersaing dan diminati secara global, asalkan inovatif dan memiliki nilai tambah.
Rengkuh juga menjalankan bisnisnya dengan prinsip keberlanjutan. Bahan baku pelepah pinang yang ia gunakan berasal dari Sumatra, di mana pelepah ini merupakan bagian dari siklus alami pohon pinang dan dapat jatuh sendiri setiap bulan sebanyak dua kali. Dengan demikian, Plepah tidak hanya memanfaatkan sumber daya yang sudah ada, tetapi juga meminimalisir dampak pada ekosistem alami.
Produksi Plepah saat ini dilakukan di tiga lokasi: Cibinong, Sumatera Selatan, dan Jambi, dengan melibatkan sekitar 20 karyawan. Selain menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat setempat, langkah ini juga berkontribusi dalam pemberdayaan ekonomi lokal. Dengan meningkatnya permintaan akan produk ramah lingkungan, Plepah turut membangun kesadaran akan pentingnya hidup yang lebih berkelanjutan di kalangan masyarakat dan konsumen.
Berbicara soal data, dampak limbah plastik terhadap lingkungan semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan laporan dari Our World in Data, pada 2019 sekitar 353 juta ton plastik diproduksi di seluruh dunia, dengan hanya sekitar 9% yang berhasil didaur ulang. Sisa plastik ini berakhir di tempat pembuangan sampah atau mencemari ekosistem laut dan darat.
Di Indonesia sendiri, data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa limbah plastik yang terbuang mencapai sekitar 6,8 juta ton per tahun, dengan sekitar 3,2 juta ton mencemari laut. Fakta ini menggarisbawahi pentingnya produk alternatif seperti Plepah yang ramah lingkungan dan dapat membantu mengurangi ketergantungan pada plastik sekali pakai.
Plepah menjadi contoh nyata bagaimana produk berbasis keberlanjutan dapat menjadi solusi. Dengan bahan pelepah pinang yang dapat terurai alami, produk ini tidak hanya mengurangi polusi plastik tetapi juga mengajarkan nilai penting mengenai siklus alam.
Produk seperti Plepah berkontribusi dalam mereduksi potensi polusi plastik sejak awal dengan mencegah konsumsi plastik sekali pakai. Ini merupakan langkah konkret dalam mewujudkan ekonomi sirkular, di mana limbah atau bahan buangan diubah menjadi produk yang bernilai guna.
Inisiatif seperti yang dilakukan oleh Rengkuh melalui Plepah sangat layak mendapatkan apresiasi dan dukungan. SATU Indonesia Award yang diberikan padanya adalah bukti pengakuan bahwa inovasi lokal mampu memberikan solusi nyata bagi permasalahan global. Penghargaan ini sekaligus menginspirasi generasi muda untuk terus berinovasi dan mencari cara-cara baru dalam menjaga keberlanjutan lingkungan.
Dengan meningkatnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menggunakan produk ramah lingkungan seperti Plepah, kita turut mempercepat tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya dalam hal perlindungan ekosistem darat dan laut.
Kisah Rengkuh juga memberikan harapan bahwa usaha kecil dan menengah (UKM) memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian lingkungan. Dengan memberdayakan sumber daya lokal dan mendukung praktik keberlanjutan, bisnis UKM di Indonesia dapat mengedepankan produk-produk berbasis alam yang ramah lingkungan.
Sebagai blogger, saya percaya bahwa berbagi cerita seperti ini sangat penting agar lebih banyak orang terinspirasi untuk peduli pada lingkungan dan terlibat dalam aksi nyata. Inisiatif Plepah membuktikan bahwa dengan langkah kecil dan inovatif, kita semua bisa berkontribusi pada perubahan yang lebih besar demi masa depan yang lebih bersih dan hijau.