Gerakan Konservasi Tiga Mata Air: Sinergi Antara Pertanian dan Lingkungan di Desa Tapobali

Di tengah pesona alam Desa Tapobali, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, terhampar berbagai tanaman pertanian. Tanaman padi, jagung, dan sorgum tumbuh subur, menciptakan panorama yang menggugah rasa peduli akan lingkungan. Menurut Hendrikus Bua Kilok, seorang pemuda yang berperan aktif dalam memberdayakan masyarakat setempat, para petani di desa ini mengandalkan hasil pertanian untuk konsumsi pribadi, terutama saat musim hujan.

Hendrikus, yang lahir pada 21 Januari 1997 di Kunak, kembali ke kampung halamannya setelah merantau di Malaysia pada 2018. Kembalinya ia ke desa memberikan semangat baru bagi para pemuda lainnya. Dengan bantuan Yayasan Pembangunan Sosial Ekonomi Larantuka (Yaspensel) yang masuk ke desa pada tahun yang sama, Hendrikus dan sepuluh pemuda lainnya mulai menyadari potensi besar sorgum, yang sesuai dengan kondisi tanah di wilayah mereka. “Sorgum cocok ditanam di tempat kami. Produksinya stabil dan jarang gagal panen,” jelas Hendrikus.

sumber foto: nttmediaexpress.com

Pada 13 Februari 2021, Hendrikus mempelopori terbentuknya komunitas Gebetan, yang merupakan akronim dari Gerep Blamu Tapobali Wolowutun, atau dalam bahasa Indonesia berarti Muda Mudi Tapobali Ujung Kampung. Dengan semangat kebersamaan, komunitas ini membuka lahan untuk menanam sorgum di kebun mete milik warga, menghasilkan sekitar 350 kilogram sorgum dari lahan seluas 90 meter panjang dan 56 meter lebar.

Namun, perjalanan tidak selalu mulus. Pada tahun 2021, badai Seroja menghancurkan sebagian besar tanaman sorgum mereka, menyebabkan gagal panen. Biasanya, petani bisa panen dua kali dalam setahun. Walaupun menghadapi tantangan, Gebetan tidak menyerah dan berinisiatif untuk memproduksi kopi sorgum, campuran antara sorgum dan kopi lokal yang menjanjikan pasar yang baik.

Hendrikus dan anggota komunitas mengatur produksi kopi sorgum dengan campuran 3:1, yaitu tiga kilogram sorgum dan satu kilogram kopi dari petani di Boto, Kecamatan Nagawutung. Ambrosia Ero, salah satu anggota Gebetan, mengungkapkan bahwa harga jual kemasan kopi sorgum sangat terjangkau, mulai dari Rp10.000 untuk 250 gram hingga Rp25.000 untuk 1 kilogram. Meskipun demikian, mereka menghadapi kendala produksi karena keterbatasan mesin, yang hanya mampu memproduksi 2,5 hingga 5 kilogram dalam satu kali produksi.

sumber foto: mongabay.co.id

Selain usaha pertanian, Gebetan juga aktif dalam konservasi lingkungan. Mereka melakukan aksi bersih pantai di Tapobali dan menanam bambu untuk menjaga keberlangsungan mata air. Pada Juni 2022, komunitas ini berhasil membuat 500 anakan bambu aur (Bambusa vulgaris) dan menanamnya di mata air Kmelafai. “Satu rumpun bambu dapat menampung hingga 5 ribu liter air dalam satu musim, sehingga sangat baik untuk konservasi,” kata Hendrikus.

Mata air Kmelafai merupakan sumber air penting bagi warga setempat, yang sebelumnya mengandalkan air payau dari pesisir pantai. Sekertaris Desa Tapobali, Benediktus Sole, menjelaskan bahwa saat ini, air yang digunakan warga berasal dari mata air Horoladun, yang berlokasi di atas mata air Kmelafai. Dia menegaskan keinginan untuk menjadikan lahan tersebut sebagai area konservasi dan menanam pepohonan demi menjaga debit air. “Kami juga mengapresiasi kerja keras komunitas Gebetan, karena mereka telah berhasil mengembalikan tanaman sorgum setelah puluhan tahun hilang dari pertanian lokal,” tambah Benediktus.

sumber foto: mongabay.co.id

Hendrikus menjelaskan bahwa hasil penjualan kopi sorgum digunakan untuk mendanai kegiatan konservasi, termasuk penanaman bambu dan reboisasi di pesisir pantai. “Kami berkomitmen untuk terus menanam pohon di sekitar mata air dan pantai, demi kelestarian lingkungan,” tuturnya.

Penghargaan juga datang dari Astra Indonesia yang mengakui kerja keras Hendrikus Bua Kilok dalam kategori lingkungan melalui program Konservasi Tiga Mata Air di Desa Tapobali pada tahun 2022. Ini menunjukkan bahwa upaya mereka dalam menjaga lingkungan dan pemberdayaan masyarakat patut dicontoh dan layak mendapatkan perhatian sebagai pemenang SATU Indonesia Awards.

Dari sini, kita dapat belajar bahwa kesadaran akan kepedulian lingkungan tidak hanya bermanfaat bagi alam, tetapi juga untuk kesejahteraan masyarakat. Usaha komunitas Gebetan di Tapobali adalah contoh nyata bagaimana pemberdayaan masyarakat melalui pertanian dan konservasi lingkungan dapat menciptakan dampak positif bagi kehidupan sehari-hari dan melestarikan warisan alam untuk generasi mendatang. Mari kita dukung langkah-langkah kecil ini demi kebaikan bersama dan masa depan yang lebih baik!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *