Ketika Membayar Sekolah hanya dengan Sayur Mayur

Saya percaya, pendidikan adalah salah satu cara agar dapat menjadi orang yang sukses di kemudian hari. Tanpa pendidikan, bagaikan  manusia akan sulit berkembang dan bahkan terbelakang. Ya, itulah realita di masyarakat sekarang yang tidak mementingkan pendidikan. Bukan tidak lain, karena terdesak oleh ekonomi sehingga menganggap bahwa pendidikan malah dijadikan beban bukan investasi kedepannya.

Sebenernya keterbatasan ekonomi ini yang menjadi masalah pelik. Karena bayangkan berapa banyak orang yang punya potensi menimba ilmu tetapi terkendala karena keterbatasan biaya.

Beruntung, ada pemuda bernama Muhammad Farid, pemuda dari Banyuwangi mendirikan sekolah alam yang mayoritas siswanya berasal dari keluarga kurang mampu. Para siswa dapat membayar sekolah menggunakan sayur mayur atau bahkan gratis.

Dalam perjalanan panjangnya, ia telah berhasil membangun bukan hanya sekadar sekolah, tetapi sekolah kehidupan bagi anak-anak yang tidak mampu. Ini adalah kisah inspiratif yang mengajarkan kita bahwa setiap perubahan dimulai dari tindakan nyata, semangat, dan keyakinan.

Di tengah keterbatasan ekonomi dan akses pendidikan, Muhammad Farid, seorang pendidik visioner dan penerima penghargaan Satu Indonesia Awards 2010, melangkah maju dengan gagasan uniknya. Konsepnya adalah sekolah yang menerima biaya sekolah dalam bentuk sayuran dan doa.

Kemudian Farid kemudian mendirikan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) yang berada di bawah naungan Yayasan Banyuwangi Islamic School pada tahun 2005.

Hebatnya, dia mampu membangun sekolah tersebut di lahan seluas 3.000 meter persegi di kampungnya, di kawasan Banyuwangi. Sekolah yang dirintis Farid terbilang cukup sederhana. Tak ada ruang kelas dan bangku. Ia hanya membangun aula, namun lengkap dengan mushala kecil dan sanggar.

Pengelolaan SD dia serahkan pada sahabatnya,Suyanto. Sekolahnya unik, tak ada ruang kelas dan bangku. Farid hanya membangun aula, sebuah langgar alias mushala kecil, serta satu sanggar. Sisanya saung-saung kayu sederhana. Para siswa bebas belajar di mana saja. Seragamnya
hanya satu stel untuk Senin dan Selasa. Selebihnya pakaian bebas. Siswa tak harus memakai sepatu, kalau memang tak punya.

Mayoritas para murid dari keluarga kurang mampu sehingga mereka boleh. membayar sekolah dengan sayur-mayur. Kalau memang terpaksa boleh sekolah gratis.

Soal kualitas boleh diadu. Dengan kurikulum gabungan modern dan pondok pesantren salafiyah, para siswa bisa menguasai Bahasa Arab dan menghapal Al-Qur’an, Bahasa Inggris, Jepang, serta Mandarin. Inggris menjadi bahasa pengantar di sekolah. Sepekan sekali mereka melakukan kegiatan outbond di halaman sekolah. Tujuannya mulia, yaitu Untuk membangun karakter kepemimpinan.

Ia mendirikan sekolah dengan kurikulum kreatif karena suntuk dengan metodemetode usang di sekolah-sekolah umum.

Di tengah keterbatasan tadi, dia bisa membuat kondisi di sekitar pemukimannya menjadi terpelajar yang melek akan pentingnya pendidikan di sekolah dasar dan menengah. Juga dengan ilmu – ilmu yang nantinya dapat berguna saat dewasa nanti seperti bahasa inggris.

Semoga semakin banyak masyarakat sadar, akan pentingnya pendidikan untuk anak mereka di masa depan. Karena depan pendidikan, bisa membuat seseorang menjadi berpikir kritis, terpelajar dan mengubah dunia.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *